Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

SulSel

Proyek IPAL Makassar Bobrok! Dua Pejabat Ditangkap, Negara Rugi Rp 7,9 Miliar

Wamanews.id, 11 Oktober 2024 – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali menorehkan langkah tegas dalam memberantas tindak pidana korupsi. Pada Kamis, 10 Oktober 2024, Kejati Sulsel menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi terkait proyek pembangunan instalasi perpipaan air limbah (IPAL) di Kota Makassar yang berlangsung pada tahun 2020-2021. Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, yakni sekitar Rp 7,9 miliar.

Dua tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini adalah SD, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang berperan sebagai Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk paket C, dan JRJ, Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama, kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut. Kedua tersangka ditahan untuk mempercepat proses penyidikan, karena dikhawatirkan ada upaya melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Aspidsus Kejati Sulsel, Jabal Nur, dalam keterangannya menjelaskan bahwa penetapan dan penahanan kedua tersangka dilakukan setelah Tim Penyidik melakukan ekspose di hadapan Kepala Kejati. “Tim Penyidik telah menetapkan JRJ dan SD sebagai tersangka. Kami juga telah mengusulkan agar keduanya segera ditahan untuk mempercepat proses penyelesaian penyidikan, serta mengantisipasi kemungkinan tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” ujar Jabal.

Lebih lanjut, Jabal menjelaskan modus operandi yang dilakukan oleh kedua tersangka. JRJ, yang merupakan direktur perusahaan pelaksana proyek, mengajukan pencairan dana untuk termin ke-11 (MC 23) dengan dalih target pencapaian proyek. Namun, pencairan tersebut diajukan meski bobot fisik pekerjaan di lapangan belum mencapai persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan catatan, bobot pekerjaan yang seharusnya berada di angka 67,171% ternyata hanya mencapai 53%.

Fakta ini juga didukung oleh opname terakhir yang dilakukan pada 4 Januari 2023 oleh PPK dan konsultan pengawas, di mana bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171%. Kemudian, ketika dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sulawesi Selatan, bobot fisik di lapangan hanya sebesar 55,52%.

Tidak hanya itu, SD sebagai PPK diketahui memproses permintaan pembayaran yang diajukan oleh PT Karaga Indonusa Pratama. SD bahkan memerintahkan saksi Farid, yang merupakan staf keuangan, untuk membuat dokumen keuangan yang diperlukan untuk pencairan dana, meskipun dokumen tersebut dibuat tanpa didasarkan pada laporan progres dari konsultan pengawas.

“SD memerintahkan staf keuangan membuat berbagai dokumen pembayaran, seperti Berita Acara Tingkat Kemajuan Fisik, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan, Kuitansi Pembayaran, dan SPTJB, yang seharusnya disusun berdasarkan laporan konsultan pengawas. Namun, dalam hal ini, pembuatan dokumen tersebut dilakukan atas instruksi SD, meski laporan progres fisik tidak mendukung pencairan dana tersebut,” papar Jabal.

Selain itu, tersangka JRJ juga menggunakan dana yang berasal dari pencairan termin 1 hingga 11 untuk kepentingan pribadinya. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembayaran proyek paket C3 ini, menurut Jabal, tidak dipergunakan sesuai peruntukannya.

Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, menambahkan bahwa tindakan para tersangka telah menyebabkan selisih bobot pekerjaan yang signifikan, yakni sebesar 55,52%. Selisih ini berpotensi merugikan keuangan negara, karena pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai dengan volume atau progres di lapangan.

“Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 7.987.044.694 akibat pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai dengan bobot pekerjaan yang ada di lapangan,” ungkap Soetarmi.

Kasus ini masih dalam tahap penyidikan, dan pihak Kejati Sulsel tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka baru. Kejati Sulsel juga mengimbau kepada para saksi yang dipanggil untuk bersikap kooperatif dan hadir dalam pemeriksaan tanpa upaya merintangi proses hukum.

“Kajati Sulsel berharap semua saksi yang dipanggil dapat hadir dalam pemeriksaan dan tidak melakukan upaya-upaya merusak atau menghilangkan barang bukti, serta tidak mencoba melobi penyelesaian perkara ini,” ujar Soetarmi.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001. Mereka dikenakan pasal primair Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 serta pasal subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi, yang juga dihubungkan dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dengan terus berlangsungnya penyidikan, publik berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan tuntas dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang dirugikan, terutama kerugian negara yang begitu besar akibat kasus korupsi ini.

Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan

Penulis

Related Articles

Back to top button