Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

Nasional

Tukin Dosen ASN 2025 Tak Cair, Dosen Timor Leste Digaji Rp48 Juta per Bulan

Wamanews.id, 19 Januari 2025 – Kabar mengejutkan datang dari dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN di bawah Kemendiktisaintek tidak jadi dicairkan untuk tahun 2025. Padahal, pembayaran tunjangan ini telah menjadi amanat Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 dan keputusan Mendikbudristek sebelumnya, Nadiem Makarim, sebelum lengser.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, ketidakcairan Tukin ini disebabkan oleh adanya perbedaan nomenklatur setelah pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian baru di era Presiden Prabowo: Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kementerian Kebudayaan. “Tidak ada anggaran tunjangan baik Tunjangan Kinerja maupun tunjangan profesi dosen untuk tahun 2025,” ungkap Togar, dilansir dari Antara.

Ketimpangan Pendapatan Dosen di Indonesia dan Luar Negeri
Ironisnya, di saat dosen ASN Kemendiktisaintek harus berjuang mendapatkan haknya, dosen di negara tetangga seperti Timor Leste menikmati gaji rata-rata yang jauh lebih tinggi. Data dari World Salaries menunjukkan bahwa gaji dosen di Timor Leste berkisar antara Rp27,46 juta hingga Rp80,87 juta per bulan, dengan rata-rata Rp48,35 juta.

Hal ini menyoroti ketimpangan yang signifikan dan semakin memperparah demoralisasi di kalangan akademisi Indonesia.

Kronologi Tukin Dosen Tak Cair
Melalui unggahan akun X @tukin_dosenASN, disampaikan bahwa hanya dosen ASN di Kemendiktisaintek yang tidak mendapatkan Tukin, sementara dosen dari instansi lain seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama tetap mendapatkannya.

Padahal, Tukin adalah hak ASN yang melekat pada gaji dan jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan tunjangan profesi (sertifikasi dosen). Di instansi lain, kekurangan besaran tunjangan profesi biasanya ditutupi dengan pembayaran Tukin.

Namun, janji pembayaran Tukin yang sebelumnya diumumkan akan dicairkan awal tahun 2025 justru dianulir oleh menteri baru. Keputusan ini memicu kritik tajam, terlebih dengan alasan “perubahan nomenklatur” yang dinilai tidak masuk akal.

Potensi Brain Drain Mengintai
Ketidakjelasan kesejahteraan ini dianggap sebagai awal dari brain drain, di mana dosen-dosen terbaik Indonesia memilih pindah ke luar negeri demi kehidupan yang lebih baik. Hal ini semakin relevan dengan rendahnya penghasilan dosen Indonesia dibandingkan negara-negara lain.

“Jika kesejahteraan dosen tidak diperhatikan, jangan salahkan jika nanti tidak ada lagi mahasiswa S1 hingga S3 di Indonesia,” tulis salah satu unggahan yang viral di media sosial.

Sementara itu, Kemendiktisaintek mengaku telah mengajukan anggaran sebesar Rp2,8 triliun ke Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan untuk mengatasi masalah ini. Namun, nasib pengajuan tersebut masih belum jelas.

Penulis

Related Articles

Back to top button