Studi Ungkap Pria dan Wanita Ternyata Punya Risiko Gangguan Mental yang Jauh Berbeda
Wamanews.id, 27 Oktober 2024 – Gangguan kejiwaan telah menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat global yang mendesak.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti di Institute for Environmental Medicine (IMM), Karolinska Institutet, mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat gangguan kejiwaan antara pria dan wanita, yang bervariasi sepanjang hidup berdasarkan usia, jenis gangguan, status sosial ekonomi, serta periode kalender tertentu.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Regional Health – Europe dan diulas oleh Medical Express pada Rabu (23/10/2024). Temuan dari penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai cara pandang terhadap perbedaan gender dalam kejadian gangguan kejiwaan serta pentingnya merancang strategi pencegahan dan intervensi kesehatan mental yang lebih sensitif terhadap perbedaan gender.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pria dan wanita memiliki tingkat risiko yang berbeda terhadap gangguan kejiwaan tertentu. Pria cenderung lebih rentan mengalami gangguan perkembangan saraf, seperti gangguan spektrum autisme dan ADHD, yang sering terdiagnosis di usia muda. Di sisi lain, wanita lebih berisiko mengalami gangguan seperti depresi dan kecemasan, terutama setelah memasuki masa remaja hingga dewasa.
Namun, yang menjadi sorotan dalam penelitian ini adalah bahwa sebagian besar bukti yang ada sebelumnya didasarkan pada prevalensi, tanpa memisahkan antara kasus baru (insiden) dan kasus yang berulang.
Hal ini penting karena informasi ini dapat memberikan panduan tentang jendela waktu yang optimal untuk skrining dan intervensi guna mengurangi perbedaan gender yang ada. Studi baru ini berhasil memetakan perbedaan insiden gangguan kejiwaan antara pria dan wanita sepanjang rentang kehidupan mereka, serta menyoroti pentingnya faktor usia dan status sosial ekonomi dalam mempengaruhi perbedaan tersebut.
Dengan menggunakan data registrasi nasional dari Swedia dan mengadopsi pendekatan siklus hidup, para peneliti IMM bersama kolaborator dari Universitas Uppsala, Rumah Sakit Universitas Oslo, dan Universitas Islandia berhasil menggambarkan atlas komprehensif mengenai perbedaan jenis kelamin dalam tingkat kejadian gangguan kejiwaan.
Atlas ini memberikan gambaran lebih jelas mengenai jenis gangguan kejiwaan yang sering terjadi pada pria dan wanita pada setiap tahap kehidupan mereka.
Selain itu, penelitian ini juga menekankan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam gangguan kejiwaan dapat terlihat hampir di sepanjang hidup seseorang. Misalnya, gangguan perkembangan saraf cenderung lebih sering terdiagnosis pada pria saat masih anak-anak, sedangkan gangguan mood seperti depresi lebih sering terjadi pada wanita di usia dewasa muda hingga paruh baya.
Hal ini semakin memperkuat pentingnya adanya strategi pencegahan kesehatan mental yang bersifat bergender, di mana perbedaan antara pria dan wanita harus dipertimbangkan dalam upaya meningkatkan kesehatan mental.
Lebih lanjut, penelitian ini menekankan bahwa variasi perbedaan berdasarkan usia dan status sosial ekonomi menegaskan perlunya integrasi data tambahan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika gangguan kejiwaan.
Temuan studi ini memberikan dasar yang kuat untuk merancang strategi skrining dan intervensi kesehatan mental yang lebih terarah. Berdasarkan hasil penelitian, jelas terlihat bahwa kelompok usia tertentu dan populasi yang kurang beruntung secara sosial lebih rentan terhadap gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, strategi pencegahan harus dirancang khusus untuk kelompok-kelompok ini.
Sebagai contoh, intervensi kesehatan mental di sekolah bisa lebih fokus pada pria muda yang lebih rentan terhadap gangguan perkembangan saraf, sementara wanita dewasa bisa mendapatkan akses lebih mudah ke program dukungan psikologis yang berfokus pada pencegahan depresi dan kecemasan.
Selain itu, populasi dengan status sosial ekonomi rendah yang cenderung memiliki kesenjangan akses terhadap layanan kesehatan mental perlu mendapatkan perhatian khusus dalam strategi pencegahan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan gender dalam gangguan kejiwaan tidak hanya terjadi sepanjang hidup, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis gangguan, usia, dan status sosial ekonomi. Oleh karena itu, upaya kesehatan mental yang bersifat generik dan menyamaratakan tidak akan cukup untuk mengatasi masalah ini secara efektif.
Penting bagi pemerintah dan penyedia layanan kesehatan untuk merancang program kesehatan mental yang memperhitungkan perbedaan gender dan kondisi sosial ekonomi, sehingga upaya pencegahan dan intervensi bisa lebih tepat sasaran. Dengan begitu, diharapkan kesenjangan gender dalam gangguan kejiwaan dapat dikurangi, dan kesehatan mental masyarakat secara keseluruhan dapat lebih ditingkatkan.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan