Harga BBM Terbaru yang Akan Diluncurkan 17 Agustus 2024
Wamanews.id, 16 Juli 2024 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana meluncurkan jenis bahan bakar minyak (BBM) baru pada 17 Agustus mendatang. Rencana ini diungkapkan oleh Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi. BBM baru ini diklaim memiliki kadar belerang atau sulfur yang rendah dan ramah lingkungan.
“Kalau rendah sulfur ini akan mulai tapi sebagai pilot, 17 (Agustus) itu adalah semacam kick-off-nya mau mulai di sana,” kata Agus Cahyono Adi, pada Jumat (12/7). Namun, peluncuran BBM baru ini mengundang berbagai pertanyaan, terutama terkait apakah langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk menghapus pertalite dan bagaimana harga BBM baru tersebut.
Belakangan ini, pertalite yang selama ini harganya disubsidi pemerintah mulai hilang dari sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina. Seiring dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa pemerintah akan membatasi pembelian BBM subsidi mulai 17 Agustus nanti. Luhut menegaskan akan ada pengetatan subsidi, termasuk bahan bakar, setelah 17 Agustus 2024.
“Itu sekarang Pertamina sedang menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus (2024) ini, kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak mendapat subsidi itu akan bisa kita kurangi,” ucap Luhut dalam unggahan di akun Instagram @luhut.pandjaitan pada Selasa (9/7). Namun, pernyataan Luhut ini dibantah oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, yang mengatakan tidak ada rencana seperti yang disampaikan Luhut.
Arifin juga menyinggung revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang hingga kini belum selesai. “Enggak ada batas-batas (BBM subsidi) 17 Agustus,” tegas Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (12/7). “Masih di antara tiga menteri,” tambahnya, merujuk pada revisi Perpres 191 yang tak jelas nasibnya sejak 2022.
Mengenai bahan campuran BBM jenis baru, Arifin menyebut pihaknya masih mencari bahan yang dapat mengurangi kandungan sulfur. Pasalnya, BBM baru harus sesuai dengan standar emisi Euro 5, yakni kadar sulfur di bawah 50 parts per million (ppm). “Jadi gini, kita cari bahan pencampur yang bisa mengurangi sulfur konten. Sekarang kan kita masih 500 ppm-an. Kalau standarnya Euro 5 kan harus di bawah 50. Menuju itu kan ongkosnya ada, tapi kilang kita belum kelar di Balikpapan,” jelas Arifin.
Pengamat energi dari Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, memperkirakan harga BBM baru yang akan diluncurkan pada 17 Agustus 2024 akan lebih mahal dari pertalite. BBM subsidi dengan RON 90 itu saat ini dipatok Rp10 ribu per liter. “Mungkin ini ada indikasi bahwa kilang minyak BBM Indonesia akan di-shifting ke minyak Indonesia, dibandingkan ke minyak Timur Tengah,” ucap Yayan pada Senin (15/7).
Yayan menjelaskan bahwa minyak mentah rendah sulfur memang diproduksi di beberapa lapangan minyak Indonesia dan ini merupakan minyak yang berkualitas. Namun, teknologi kilang minyak Indonesia saat ini masih mengacu pada minyak Timur Tengah, bukan minyak nasional. “Andaikan seperti itu, mungkin BBM tersebut sudah bisa diproduksi Indonesia. Andaikan bukan, harus impor dan harganya lebih mahal. Di situasi saat ini, impor minyak mahal itu tidak bijak terhadap kinerja keuangan dan daya beli masyarakat di tengah banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK),” jelasnya.
Ia melihat niat negara untuk mengurangi emisi melalui pengurangan kandungan sulfur dalam BBM adalah niat yang baik. Yayan menjelaskan bahwa black carbon dari BBM sulfur tinggi mencapai 65 persen hingga 145 persen. Sedangkan BBM low sulphur hanya menghasilkan karbon hitam sebesar 10 persen hingga 85 persen. Meski niatnya bagus, upaya ini jelas mahal.
Direktur Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, meyakini bahwa BBM baru yang diklaim rendah sulfur pasti memiliki RON di atas pertalite. “RON-nya (BBM baru) kemungkinan akan lebih tinggi. Mengingat harga bahan bakar nabati (BBN) bioetanol yang tinggi, beberapa waktu ini di atas Rp14 ribu per liter. Untuk menghapus pertalite akan cukup berat secara politis,” ucapnya.
Putra menekankan pentingnya kejelasan mengenai harga jual bensin baru ini dan siapa yang akan menanggung selisih harga bioetanol yang cukup tinggi. Ia juga mempertanyakan rasionalisasi penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM di Indonesia, mengingat Indonesia adalah salah satu importir gula terbesar di dunia. “Yang kurang masuk akal adalah penggunaan bioetanol, sementara Indonesia salah satu importir gula terbesar dunia. Biodiesel ditopang oleh industri kelapa sawit yang besar, sementara bioetanol tidak punya pijakan yang jelas,” kritik Putra.
Dengan segala pertanyaan dan tantangan yang ada, peluncuran BBM baru pada 17 Agustus mendatang masih menjadi misteri. Publik berharap pemerintah dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai spesifikasi, harga, dan dampak dari BBM baru ini. Sebagai langkah menuju lingkungan yang lebih bersih, inovasi ini patut diapresiasi, namun implementasinya harus diperhitungkan dengan matang agar tidak memberatkan masyarakat.