Gaji PPPK Paruh Waktu Punya Safety Net, Tapi Tunjangan Transportasi Terganjal Anggaran Instansi

Wamanews.id, 28 September 2025 – Implementasi status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu membawa struktur kompensasi yang unik, memadukan jaminan kesejahteraan minimal dengan kehati-hatian anggaran daerah.
Meskipun ketentuan gaji PPPK Paruh Waktu telah memberikan jaring pengaman finansial yang jelas, fasilitas tambahan seperti tunjangan transportasi justru memiliki kriteria yang sangat ketat dan bergantung sepenuhnya pada kebijakan fiskal instansi.
Aturan mengenai kompensasi ini tertuang jelas dalam KepmenpanRB Nomor 16 Tahun 2025. Penetapan gaji pokok PPPK Paruh Waktu diserahkan kepada kemampuan anggaran masing-masing instansi pemerintah. Hal ini mengisyaratkan bahwa besaran gaji dapat berbeda antar daerah, mencerminkan disparitas kondisi keuangan daerah.
Meskipun terdapat variasi regional, KepmenpanRB memastikan adanya batas bawah gaji yang harus dipenuhi oleh setiap instansi. Gaji PPPK Paruh Waktu tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku di daerah tersebut, atau gaji yang sebelumnya diterima saat menjadi pegawai non-ASN.
Kebijakan ini merupakan langkah penting pemerintah untuk melindungi kesejahteraan pegawai non-ASN yang beralih status, memberikan safety net finansial di tengah masa transisi status kepegawaian.
Namun, fleksibilitas dalam penetapan gaji yang disesuaikan dengan anggaran ini tidak diikuti dengan pemberian tunjangan transportasi. Fasilitas ini ditegaskan tidak diberikan secara otomatis sebagai hak default kepada seluruh PPPK Paruh Waktu.
Bagi sebagian besar PPPK Paruh Waktu, kendala utama dalam mendapatkan tunjangan transportasi terletak pada dua faktor utama: ketersediaan anggaran dan kebijakan internal instansi. Tunjangan ini baru dapat dipertimbangkan jika anggaran instansi memadai dan jika kebijakan internal mereka memang mengalokasikannya. Ini menunjukkan bahwa meskipun kebutuhan mobilitas mungkin ada, kendali fiskal dan administratif instansi adalah penentu akhir.
Selain batasan anggaran, tunjangan transportasi hanya diberikan jika PPPK Paruh Waktu memenuhi syarat kebutuhan operasional mendesak, yaitu harus berpindah lokasi kerja antarunit atau menjalankan tugas di tempat berbeda pada hari yang sama. Persyaratan ini memperkuat kebijakan bahwa tunjangan adalah penggantian biaya dinas, bukan komponen pendapatan tetap.
Oleh karena itu, bagi pegawai yang membutuhkan tunjangan ini, pengajuan harus dilakukan secara formal dan dilengkapi dengan bukti pendukung seperti surat tugas yang memverifikasi mobilitas operasional. Tanpa adanya bukti tertulis dan pencantuman hak dalam perjanjian kerja, permintaan tunjangan akan sulit dipenuhi, sekalipun ketersediaan anggarannya memadai.
Secara keseluruhan, kebijakan kompensasi PPPK Paruh Waktu ini mencerminkan upaya pemerintah menyeimbangkan antara kewajiban menjamin upah layak bagi pegawai dan kehati-hatian fiskal dalam mengelola anggaran negara.





