Sulsel Dibakar Matahari! BMKG: Ini Baru Awal
Wamanews.id, 24 September 2024 – Beberapa hari terakhir, cuaca panas ekstrem melanda berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Selatan (Sulsel). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, mengingat suhu yang tidak biasa dan membuat aktivitas sehari-hari terasa lebih berat.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah V Makassar memberikan penjelasan mengenai penyebab cuaca panas yang tengah dirasakan masyarakat Sulsel.
Forecaster on Duty BMKG Sulsel, Sitti Nurhayati Hamzah, dalam keterangan resminya pada Sabtu, 21 September 2024, mengungkapkan bahwa fenomena cuaca panas yang terjadi saat ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya tutupan awan di wilayah daratan Sulawesi Selatan. Kurangnya awan yang berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari ini menyebabkan daratan menerima lebih banyak panas matahari secara langsung. Selain itu, saat ini Sulsel juga masih berada dalam periode musim kemarau yang turut memperparah kondisi cuaca panas.
Sitti Nurhayati menjelaskan bahwa selain kurangnya tutupan awan, curah hujan yang rendah juga berkontribusi pada kondisi cuaca yang panas. Minimnya curah hujan ini berdampak pada ketersediaan cadangan air tanah yang semakin berkurang, sehingga meningkatkan suhu di daratan. Dengan kondisi tanah yang kering, panas dari matahari lebih mudah terserap oleh permukaan bumi, yang akhirnya memperburuk suhu panas di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, Sitti memaparkan bahwa posisi matahari yang saat ini berada di ekuator turut memengaruhi intensitas panas yang diterima oleh wilayah Sulawesi Selatan. “Pada tanggal 23 September 2024, posisi matahari tepat berada di ekuator, kemudian akan bergerak menuju Belahan Bumi Selatan (BBS). Oleh karena itu, diperkirakan cuaca panas ini masih akan berlangsung hingga bulan Oktober,” ujar Sitti.
BMKG juga memprediksi bahwa meskipun cuaca panas akan berangsur-angsur mereda setelah bulan Oktober, kondisi suhu yang lebih sejuk tidak akan langsung dirasakan. Ini karena proses perpindahan posisi matahari yang bergerak ke BBS membutuhkan waktu, sehingga wilayah-wilayah seperti Sulsel tetap akan mengalami suhu yang relatif panas hingga proses tersebut selesai.
Suhu panas yang dirasakan di Sulawesi Selatan ternyata tidak hanya dirasakan di Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian di level regional. Berdasarkan laporan terbaru dari Climate Central, sebuah lembaga nirlaba yang fokus pada analisis iklim global, beberapa kota di Indonesia termasuk dalam lima besar wilayah dengan suhu tertinggi di Asia Tenggara pada periode Juni hingga Agustus 2024.
Mengutip laporan dari Antaranews.com, empat kota di Indonesia, yaitu Makassar, Sumedang, Bandar Lampung, dan Palembang, tercatat mengalami jumlah hari panas tertinggi selama periode tersebut. Laporan ini menunjukkan bahwa Makassar mengalami 88 hari panas, diikuti Sumedang dengan 83 hari, serta Palembang dan Bandar Lampung masing-masing 81 hari. Kota kelima adalah Davao di Filipina yang juga mengalami 83 hari panas.
Penemuan ini mengindikasikan bahwa wilayah-wilayah di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan, berada dalam kondisi yang rentan terhadap perubahan iklim dan fenomena cuaca ekstrem. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada aktivitas masyarakat, tetapi juga memiliki potensi untuk mempengaruhi sektor-sektor penting seperti pertanian, kesehatan, dan energi.
Cuaca panas yang berkepanjangan tentunya membawa berbagai dampak negatif, terutama bagi masyarakat yang bekerja di luar ruangan. Meningkatnya suhu dapat memicu kelelahan, dehidrasi, dan gangguan kesehatan lainnya jika tidak diantisipasi dengan baik. BMKG menghimbau masyarakat Sulsel untuk tetap waspada dan menjaga kesehatan selama masa cuaca panas ini. Minum air yang cukup, menggunakan pelindung matahari, serta menghindari paparan sinar matahari langsung saat siang hari adalah beberapa langkah yang disarankan untuk meminimalkan dampak buruk dari cuaca panas.
Selain itu, sektor pertanian yang sangat bergantung pada curah hujan dan ketersediaan air tanah juga menjadi salah satu sektor yang paling terdampak. Kekurangan air dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman, mengurangi hasil panen, dan pada akhirnya berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi bagi petani.
BMKG terus memantau perkembangan cuaca di seluruh Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan, dan memberikan informasi terkini kepada masyarakat. BMKG juga menyarankan masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan prakiraan cuaca agar bisa melakukan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan.
Dalam jangka panjang, menghadapi cuaca ekstrem seperti ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Adaptasi terhadap kondisi iklim yang terus berubah harus menjadi prioritas dalam berbagai sektor, terutama sektor pertanian, kesehatan, dan energi yang sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Dengan demikian, masyarakat Sulsel diharapkan tetap waspada dan bijak dalam menghadapi cuaca panas yang masih akan berlanjut hingga beberapa waktu ke depan.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan