Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

Lifestyle

Sejarah Gorengan di Indonesia Ternyata Berasal Dari Mesir

Wamanews.id, 12 Januari 2025 – Gorengan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dari pisang goreng, tahu goreng, hingga tempe goreng, makanan ini hadir di berbagai momen, mulai dari camilan sehari-hari hingga hidangan pembuka saat berbuka puasa. Namun, tahukah Anda bagaimana budaya menggoreng berkembang dan menjadi tradisi kuliner yang begitu lekat di negeri ini?

Sejarah menggoreng makanan dimulai ribuan tahun lalu di Mesir. Menurut Blake Lingle dalam Fries! (2016), teknik ini telah digunakan sejak 2500 SM. Dari Mesir, tradisi ini menyebar ke Eropa dan China. Seiring waktu, kedua wilayah tersebut mengembangkan berbagai teknik menggoreng, seperti deep frying dan stir frying, yang memberikan cita rasa unik pada makanan.

Saat penduduk Eropa dan China bermigrasi ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, mereka membawa serta budaya kuliner, termasuk teknik memasak dengan menggoreng. Kehadiran bangsa Eropa pada abad ke-16 dan migrasi orang China ke Nusantara menjadi momen awal masyarakat Indonesia mengenal teknik memasak ini.

Teknik menggoreng semakin berkembang pesat di Indonesia berkat hadirnya dua bahan utama, yaitu minyak kelapa dan mentega. Pada abad ke-19, minyak kelapa mulai digunakan secara luas sebagai bahan penggorengan. Pada abad ke-20, bangsa Eropa, khususnya Belanda, memperkenalkan mentega sebagai alternatif untuk menggoreng.

Menurut Fadly Rahman dalam Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia (2016), mentega menjadi bahan favorit masyarakat Hindia Belanda untuk menggoreng. Pada masa itu, merek mentega seperti Blue Band menjadi populer, yang turut mendorong munculnya variasi gorengan seperti pisang goreng dan tempe goreng.

Namun, gorengan belum menjadi konsumsi harian bagi seluruh lapisan masyarakat karena bahan seperti minyak kelapa dan mentega masih tergolong mahal.

Perubahan besar terjadi pada era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Salah satu kebijakan pentingnya adalah mengizinkan pembangunan industri kelapa sawit. Kebijakan ini membuat produksi minyak sawit meningkat dan harganya menjadi lebih terjangkau dibandingkan minyak kelapa.

Dua pengusaha besar, Liem Sioe Liong (Sudono Salim) dan Eka Tjipta Widjaja, memainkan peran penting dalam industri ini. Mereka memproduksi minyak goreng merek Bimoli, Filma, dan Kunci Mas yang mendominasi pasar. Selain itu, Sudono Salim juga memproduksi tepung terigu merek Bogasari pada tahun 1970-an, yang memudahkan masyarakat membuat olahan gorengan.

Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016) menyebutkan bahwa kombinasi minyak goreng dan tepung terigu yang terjangkau membuat gorengan menjadi makanan yang mudah diakses oleh semua kalangan.

Sejak 1990-an, gorengan menjadi hidangan favorit masyarakat Indonesia. Tukang gorengan hadir di hampir setiap sudut jalan, menjajakan aneka makanan yang renyah dan gurih. Ketika bulan Ramadan tiba, gorengan seperti bakwan, tahu isi, dan pisang goreng menjadi makanan wajib saat berbuka puasa.

Popularitas gorengan ini tidak lepas dari peran Soeharto, Sudono Salim, dan Eka Tjipta Widjaja. Mereka secara tidak langsung mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia dengan menyediakan bahan baku yang mudah diakses dan terjangkau.

Kini, gorengan bukan sekadar makanan. Ia adalah bagian dari identitas kuliner Indonesia, menjadi penghubung antara sejarah, budaya, dan tradisi yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Jadi, setiap kali Anda menikmati sepiring gorengan, ada jejak panjang sejarah yang menyertainya.

Penulis

Related Articles

Back to top button