RA Kartini Tak Pernah Bertempur, Tapi Namanya Diabadikan sebagai Pahlawan Nasional! Ini Alasannya

Wamanews.id, 21 April 2025 – R.A Kartini, nama yang selalu digaungkan tiap 21 April. Namun, siapa sangka, pahlawan nasional ini tidak pernah terlibat langsung dalam pertempuran apapun. Tidak ada kisah peperangan berdarah, tidak ada kisah memimpin pasukan. Lalu, apa yang membuatnya begitu dihormati hingga hari kelahirannya dijadikan hari nasional?
Cerita dimulai dari Keppres No.108 Tahun 1964 yang ditandatangani Presiden Soekarno. Keputusan tersebut menetapkan Kartini sebagai pahlawan nasional dan menjadikan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Hal ini menandai penghargaan negara terhadap perjuangan perempuan asal Jepara tersebut dalam memperjuangkan emansipasi wanita.
Berbeda dari pahlawan lain yang berjibaku melawan penjajah dengan senjata, Kartini justru melawan pemikiran sempit dan tradisi patriarki yang mengekang perempuan. Sejak usia muda, Kartini hidup dalam lingkungan yang membatasi gerak perempuan. Ia bahkan sempat dipingit selama enam tahun. Tapi di balik jeruji tradisi itu, Kartini justru menempa diri menjadi pemikir hebat.
Dengan bekal bacaan buku-buku Eropa dan surat kabar yang didapat selama pingitan, Kartini menemukan dunia baru. Ia menyadari bahwa perempuan tidak seharusnya dikurung dalam urusan rumah tangga semata. Ia mulai menuangkan pemikiran dan harapannya dalam surat-surat yang dikirim ke teman-temannya di Belanda.
Dalam salah satu suratnya kepada Nellie van Kol, Kartini menulis, “Usaha kami mempunyai dua tujuan, yaitu turut berusaha memajukan bangsa kami dan merintis jalan bagi saudara-saudara perempuan kami menuju keadaan yang lebih baik.” Kalimat ini mencerminkan tekadnya untuk menciptakan perubahan bukan hanya bagi perempuan, tetapi juga untuk kemajuan bangsa.
Kartini percaya bahwa pendidikan adalah senjata utama untuk perubahan. Menurutnya, jika perempuan terdidik, maka anak-anak yang mereka lahirkan juga akan cerdas dan bangsa pun akan maju.
Sayangnya, hidup Kartini berakhir terlalu cepat. Ia meninggal pada usia 25 tahun, tak lama setelah melahirkan anak pertamanya. Namun warisan pemikirannya tetap hidup. Surat-suratnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku Door Duisternis tot Licht, yang menjadi sumber inspirasi bagi perjuangan perempuan Indonesia hingga kini.
Kartini memang tidak pernah berperang dengan senjata. Tapi ia memenangkan pertempuran jauh lebih besar: melawan ketidakadilan sistemik terhadap perempuan. Dan untuk itu, ia pantas dikenang sepanjang masa.