DPR Sepakat RUU Mahkamah Konstitusi Dibahas di Rapat Paripurna DPR Periode 2024-2029
Wamanews.id, 30 September 2024 – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menyetujui untuk melanjutkan pembahasan tingkat II Revisi Undang-Undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK) ke rapat paripurna pada periode berikutnya, yaitu masa jabatan DPR RI 2024-2029.
Anggota DPR periode baru ini akan dilantik pada 1 Oktober 2024, menandai dimulainya masa tugas mereka.
Keputusan untuk menunda pembahasan RUU MK ini diambil dalam rapat paripurna terakhir masa jabatan DPR RI periode 2019-2024. Rapat tersebut, yang merupakan rapat ke-8 dalam masa sidang I tahun 2024-2025, dilaksanakan pada Senin, 30 September 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin jalannya sidang dan menanyakan persetujuan dari seluruh peserta rapat terkait carry over atau penundaan pembahasan RUU tersebut.
“Karena itu kami menanyakan apakah RUU tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagai RUU operan Komisi III DPR RI yang pembahasan selanjutnya ada diagendakan pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan pada rapat paripurna masa keanggotaan DPR RI 2024-2029 dapat disetujui?” ujar Puan Maharani.
Tanpa keberatan, seluruh peserta rapat menyetujui usulan tersebut, yang kemudian diresmikan dengan ketukan palu oleh Puan sebagai tanda pengambilan keputusan.
Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ini sebelumnya telah menuai berbagai kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah proses pengesahan tingkat I yang dilakukan secara tertutup dan diam-diam saat masa reses pada 13 Mei 2024.
Rapat tersebut dihadiri oleh hanya segelintir anggota Komisi III DPR serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto. Proses ini menuai kritik karena dilaksanakan secara terbatas dan tanpa keterbukaan kepada publik.
Dengan disetujuinya kesepakatan carry over ini, anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak perlu memulai pembahasan RUU MK dari awal. Mereka dapat melanjutkan revisi yang sudah ada dan hanya melakukan pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna untuk pengambilan keputusan.
Beberapa pasal dalam RUU MK ini menjadi sorotan publik dan sejumlah pengamat hukum. Salah satu poin yang paling diperdebatkan adalah terkait dengan masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi, yang diusulkan untuk diperpanjang menjadi 10 tahun. Selain itu, terdapat ketentuan yang mengatur tentang syarat konfirmasi lembaga pengusul bagi hakim MK yang ingin melanjutkan masa jabatannya atau menjelang masa pensiunnya.
Ketentuan konfirmasi ini dinilai dapat merugikan beberapa hakim MK, terutama mereka yang dikenal kritis dalam menegakkan hukum dan bersikap independen. Salah satu hakim yang diprediksi akan terdampak oleh aturan baru ini adalah Hakim Konstitusi Saldi Isra, yang dikenal vokal dalam berbagai keputusan MK.
Di sisi lain, revisi UU MK ini dinilai justru menguntungkan bagi Ketua MK, Anwar Usman, yang merupakan saudara ipar Presiden Joko Widodo. Revisi ini memungkinkan Anwar Usman untuk melanjutkan masa jabatannya yang kini telah memasuki periode ketiga.
Revisi UU MK ini juga mendapatkan kritik dari mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Menurut Mahfud, saat dirinya masih menjabat sebagai Menkopolhukam, RUU MK ini pernah diajukan. Namun, ia menolak pengajuan tersebut karena khawatir bahwa revisi ini akan merugikan para hakim muda di Mahkamah Konstitusi yang dikenal kritis dan independen dalam menjalankan tugasnya.
Mahfud MD juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak negatif yang mungkin terjadi akibat revisi ini. Setelah dirinya mundur dari jabatan Menkopolhukam untuk ikut serta dalam Pemilihan Presiden 2024, RUU MK kembali diajukan dan disetujui dengan mudah oleh DPR dan pemerintah.
Hal ini, menurut Mahfud, menunjukkan bahwa ada kekuatan politik tertentu yang mendorong revisi UU MK ini, yang bisa merugikan independensi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.
Dengan ditundanya pembahasan RUU MK ke periode DPR berikutnya, tantangan besar menanti anggota dewan yang akan dilantik pada Oktober 2024. Mereka harus mampu menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pembahasan RUU ini, mengingat isu-isu sensitif yang tercantum di dalamnya. DPR periode baru juga diharapkan dapat mendengarkan berbagai masukan dari publik, pengamat hukum, serta para hakim MK sendiri agar revisi ini tidak merusak integritas Mahkamah Konstitusi.
RUU MK ini menjadi salah satu agenda penting yang akan dibahas oleh DPR RI periode 2024-2029. Keputusan akhir yang akan diambil dalam rapat paripurna selanjutnya akan menentukan masa depan Mahkamah Konstitusi dan, pada akhirnya, tata hukum di Indonesia.
Masyarakat luas berharap agar DPR RI dan pemerintah dapat bertindak bijaksana dan tidak mengambil keputusan yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan