Hari Batik Nasional: Sudah Tahu Sejarahnya?
Wamanews.id, 2 Oktober 2024 – Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Peringatan ini menjadi momen istimewa untuk menghormati warisan budaya bangsa yang tak ternilai, yaitu batik, sebuah seni kerajinan yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sejarah Hari Batik Nasional
Pencanangan Hari Batik Nasional dimulai dari momen penting pada 2 Oktober 2009, ketika United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Keputusan ini memberikan pengakuan internasional atas batik sebagai karya budaya asli Indonesia, dan menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Keputusan UNESCO ini tidak hanya memberikan kebanggaan bagi Indonesia, tetapi juga tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan batik sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi.
Penetapan ini bukanlah proses yang singkat. Pada awal 2000-an, Pemerintah Indonesia secara aktif mempromosikan batik ke dunia internasional melalui pameran-pameran budaya, konferensi, hingga dialog antarbudaya.
Proses pengajuan batik sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO memerlukan penelitian dan bukti sejarah yang memperkuat batik sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia. Akhirnya, usaha ini membuahkan hasil ketika UNESCO menyadari pentingnya batik bagi masyarakat Indonesia dan dunia.
Sejarah Batik Indonesia
Batik sendiri memiliki sejarah panjang yang melibatkan banyak aspek budaya, ekonomi, dan seni. Istilah batik berasal dari kata ‘amba’ yang berarti menulis dalam bahasa Jawa, dan ‘titik’ yang merujuk pada teknik penulisan atau pembuatan motif dengan titik-titik.
Sejarah batik di Indonesia diperkirakan telah ada sejak zaman kerajaan di Jawa, terutama di Kerajaan Majapahit. Kala itu, batik berkembang pesat di kalangan bangsawan dan menjadi simbol status sosial. Motif batik yang rumit dan indah kerap digunakan oleh keluarga kerajaan, dan proses pembuatannya dilakukan dengan teknik tulis, di mana lilin dipakai untuk membuat motif di atas kain.
Selama masa kerajaan di Yogyakarta dan Surakarta, batik terus berkembang sebagai pakaian resmi keraton. Batik dengan motif-motif tertentu bahkan memiliki makna filosofis dan hanya boleh dikenakan oleh kalangan bangsawan. Misalnya, motif parang, yang melambangkan keberanian dan kekuatan, dulunya hanya dipakai oleh raja dan keturunannya.
Selain berkembang di kalangan kerajaan, batik mulai menyebar ke kalangan rakyat biasa melalui batik cap, yang memungkinkan proses produksi batik menjadi lebih cepat dan lebih murah. Pada awal abad ke-19, batik mulai dikenal di berbagai kota di Jawa, seperti Solo, Pekalongan, dan Cirebon.
Setiap daerah mengembangkan motif batik khas mereka, yang mencerminkan nilai-nilai lokal dan budaya setempat. Misalnya, batik Pekalongan terkenal dengan motif pesisiran yang lebih bebas dan penuh warna, berbeda dengan batik Solo yang lebih konservatif dan menggunakan warna-warna alam seperti cokelat dan hitam.
Perkembangan Batik di Era Modern
Meskipun batik memiliki akar sejarah yang panjang, keberadaannya di era modern juga mengalami banyak perubahan. Pada abad ke-20, batik mulai diproduksi secara massal dengan teknik cap dan printing, menggantikan proses pembuatan batik tulis yang lebih lama dan memerlukan keterampilan tinggi. Meskipun demikian, batik tulis dan batik cap tetap menjadi pilihan utama dalam upaya pelestarian seni tradisional ini.
Di era modern, batik tidak hanya dilihat sebagai pakaian tradisional untuk acara-acara resmi, tetapi juga telah diadaptasi dalam berbagai bentuk busana dan desain kontemporer. Banyak desainer muda Indonesia yang berhasil menggabungkan batik dengan tren mode modern, sehingga batik bisa diterima di kalangan anak muda dan menjadi identitas fashion yang unik.
Tak hanya itu, batik juga mendapatkan pengakuan di dunia internasional. Batik sering digunakan dalam peragaan busana internasional oleh desainer terkenal dan menjadi simbol diplomasi budaya. Beberapa pemimpin dunia bahkan pernah terlihat mengenakan batik dalam acara resmi, seperti mantan Presiden AS Barack Obama dan mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang semakin memperkuat posisi batik sebagai warisan dunia.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan