Tidur Malam Tak Berkualitas Bisa Bikin Anak Pendek dan Mudah Marah

Wamanews.id, 16 Mei 2025 – Banyak orang tua mengira tidur hanyalah soal istirahat biasa bagi anak. Padahal, menurut dokter spesialis anak Yuni Astria, tidur malam yang nyenyak berperan krusial dalam pertumbuhan anak secara fisik dan emosional. Dalam acara “Tidur Nyenyak Anak Hebat” yang digelar di Jakarta, Kamis (15/5), Yuni mengungkapkan fakta mengejutkan: hormon pertumbuhan anak justru bekerja maksimal saat mereka terlelap di malam hari.
“Growth hormone ini dihasilkan saat tidur, puncaknya itu sekitar jam 11 malam sampai jam satu dini hari,” jelas dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Hormon pertumbuhan, kata Yuni, diproduksi pada fase awal tidur non-REM, tepatnya sekitar 1,5 hingga 3,5 jam setelah anak memasuki tidur malam. Hormon ini sangat penting karena mendukung regenerasi sel, pertumbuhan tulang dan jaringan, serta metabolisme tubuh anak.
Dokter Yuni mengungkapkan bahwa kurang tidur atau tidur yang tidak berkualitas bisa berdampak buruk terhadap kadar hormon yang seharusnya mendukung pertumbuhan anak. Salah satunya adalah gangguan pada produksi hormon pertumbuhan yang bisa memicu peningkatan kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone).
“Kalau TSH naik, maka pertumbuhan anak bisa terganggu. Efeknya bisa membuat anak berpotensi tumbuh lebih pendek dari teman sebayanya,” ujarnya.
Selain itu, hormon pertumbuhan yang terganggu juga dapat mempengaruhi hormon thyroid, yang merupakan komponen penting dalam perkembangan fisik dan mental anak.
Bukan hanya hormon pertumbuhan, kualitas tidur juga mempengaruhi produksi melatonin hormon yang mengatur siklus tidur dan bangun tubuh. Jika melatonin terganggu, maka ritme tidur anak bisa menjadi kacau, dan ini membawa efek domino terhadap metabolisme.
“Kalau kualitas tidurnya buruk, melatonin akan rendah, dan ini bisa memengaruhi insulin dan leptin, dua hormon yang berperan dalam metabolisme gula dan lemak,” jelas dokter yang kini berpraktik di RS Karya Medika itu.
Jika hal ini terus terjadi, anak bisa mengalami gangguan metabolisme yang berujung pada risiko obesitas bahkan diabetes ketika dewasa.
Lebih lanjut, dokter Yuni memperingatkan bahwa menurunnya melatonin juga dapat meningkatkan produksi hormon kortisol alias hormon stres. Peningkatan kortisol bisa menyebabkan anak jadi lebih mudah marah, rewel, dan tidak stabil secara emosional. “Hormon kortisol memengaruhi stres, mood, dan emosi. Jadi kalau anak kurang tidur, sangat mungkin dia jadi lebih moody atau tantrum tanpa alasan yang jelas,” tegasnya.
Yuni pun mengajak para orang tua untuk tidak menyepelekan waktu tidur anak. Menurutnya, anak-anak harus mulai tidur paling lambat pukul 9 malam agar bisa masuk fase tidur nyenyak di waktu yang tepat.
“Kalau sudah lewat jam 11, anak belum juga tidur, bisa-bisa hormon pertumbuhannya nggak sempat diproduksi maksimal. Sayang sekali kan,” tutupnya.
Dengan berbagai temuan medis tersebut, sudah saatnya orang tua memperlakukan tidur malam sebagai salah satu “vitamin” penting dalam tumbuh kembang anak. Sebab, tidur yang cukup dan berkualitas bukan hanya membantu anak tumbuh tinggi, tapi juga menjauhkan mereka dari gangguan kesehatan dan masalah emosional di masa depan.







