Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

Nasional

Negara Maritim Kok Masih Impor Ikan? Indonesia Habiskan 130 Juta Dolar AS untuk Beli Ikan

Wamanews.id, 19 September 2024 – Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, seharusnya memiliki potensi besar di sektor perikanan.

Namun, ironisnya, negara yang dikenal sebagai negara maritim ini masih bergantung pada impor ikan dari berbagai negara seperti Norwegia, Cina, Rusia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari hingga Agustus 2024, Indonesia mengimpor ikan senilai 130,03 juta dolar AS dengan volume 56,80 juta kilogram.

Data ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu memanfaatkan sepenuhnya potensi laut yang dimilikinya.

Pudji Ismartini, Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, dalam konferensi pers yang dikutip pada Rabu (18/9/2024), mengungkapkan bahwa pada Agustus 2024 saja, nilai impor ikan mencapai 19,23 juta dolar AS dengan volume 9,7 ribu ton, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 15,63 juta dolar AS.

Beberapa jenis ikan yang diimpor dalam jumlah besar antara lain ikan makarel (3,76 juta kilogram), ikan beku (759 ribu kilogram), ikan trout (322 ribu kilogram), dan tuna skipjack (1,25 juta kilogram). Selain itu, Indonesia juga mengimpor ikan salmon Atlantik dan Salem Danube, serta berbagai jenis ikan lainnya.

Impor ikan oleh Indonesia dianggap sebagai ironi, mengingat cita-cita Presiden Joko Widodo pada periode pertamanya yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Salah satu pilar utama dari visi tersebut adalah menjaga dan mengelola sumber daya laut serta membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan nelayan sebagai pilar utama.

Namun, kenyataan saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kesulitan mencapai kedaulatan pangan di sektor perikanan. Menurut Dhenny Yuartha, Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development Indef, impor ikan ini masih menjadi isu krusial.

Bahkan, data menunjukkan bahwa impor ikan Indonesia terus meningkat. Pada 2015, impor ikan sebesar 130 juta kilogram dengan nilai 195 juta dolar AS, sementara pada 2023 angkanya melonjak menjadi 218 juta kilogram dengan nilai 479 juta dolar AS.

Salah satu alasan utama Indonesia masih bergantung pada impor ikan adalah masalah logistik dan infrastruktur.

Menurut Dhenny, biaya pengiriman ikan antar pulau di Indonesia masih cukup tinggi, sehingga pasokan ikan dari wilayah pesisir tidak dapat memenuhi permintaan di kota-kota besar seperti Jakarta. Bahkan, biaya pengiriman ikan antar negara lebih murah dibandingkan antar pulau.

Permintaan ikan yang spesifik, seperti salmon dan trout untuk hotel, restoran, dan katering (Horeka), juga sulit dipenuhi oleh nelayan lokal. Meskipun Indonesia memiliki ikan lokal seperti kembung, kakap, patin, dan nila yang kandungan gizinya setara dengan ikan impor, permintaan konsumen terhadap ikan impor tetap tinggi.

Eliza Mardian, periset Center of Reform on Economic (CORE), menambahkan bahwa rendahnya produktivitas nelayan juga menjadi penyebab masih tingginya impor ikan. Mayoritas nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil yang terjerat kemiskinan. Dengan kapal berukuran kecil, mereka tidak bisa melaut jauh, sehingga hasil tangkapan mereka terbatas.

Selain itu, keterbatasan infrastruktur seperti fasilitas penyimpanan dingin (cold storage) dan rendahnya penerapan teknologi modern di sektor perikanan juga menjadi penghambat swasembada ikan.

Meski demikian, pemerintah terus berupaya untuk menurunkan impor ikan dan meningkatkan ekspor produk perikanan.

Menurut Budi Sulistyo, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), kebijakan impor ikan diatur secara ketat untuk melindungi produk lokal. Impor hanya diperbolehkan untuk jenis ikan yang tidak memiliki substitusi di Indonesia, seperti salmon dan trout, yang dibutuhkan oleh industri pengolahan dan Horeka.

Berdasarkan data BPS, ekspor ikan Indonesia jauh lebih besar daripada impornya. Pada periode Januari hingga Agustus 2024, total ekspor produk perikanan mencapai 3,73 miliar dolar AS, sementara impor sebesar 315,51 juta dolar AS. Dengan demikian, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan perikanan sebesar 3,41 miliar dolar AS.

Untuk memperkuat sektor perikanan domestik, Eliza Mardian mengusulkan agar pemerintah meningkatkan produktivitas nelayan melalui modernisasi alat tangkap, pengembangan budidaya perikanan, serta peningkatan infrastruktur seperti pelabuhan dan fasilitas penyimpanan dingin.

Selain itu, kebijakan yang mendukung kesejahteraan nelayan dan keberlanjutan lingkungan juga perlu diprioritaskan.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat memaksimalkan potensi sumber daya lautnya dan mengurangi ketergantungan pada impor ikan.

Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan

Related Articles

Back to top button