Ironi Pendidikan: Viralkan Atap Sekolah Ambruk Demi Keselamatan Siswa, Guru di Bulukumba Dipaksa Tarik Laporan dan Minta Maaf

Wamanews.id, 15 November 2025 – Kejadian yang menimpa seorang guru di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, menjadi sorotan tajam publik, mengangkat isu sensitif mengenai kebebasan bersuara dan perlindungan bagi pelapor kebenaran (whistleblower) di lingkungan institusi pendidikan.
Guru dari SD Negeri 156 Kalukubodo, Kecamatan Bontobahari, yang berupaya menyelamatkan siswa dari bahaya bangunan rusak, justru dihadapkan pada sanksi sosial berupa paksaan untuk membuat surat permintaan maaf.
Guru tersebut melakukan tindakan virtuous dengan memposting video yang memperlihatkan atap plafon sekolah ambruk dan kondisi bangunan yang rusak parah, mengancam keselamatan para siswa. Namun, alih-alih mendapatkan tindak lanjut perbaikan, sang guru malah ditekan untuk menarik laporannya.
Pegiat media sosial, Maudy Asmara, menjadi salah satu suara publik yang lantang mengkritik kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Melalui cuitan di akun X pribadinya, ia secara tajam menyoroti keanehan di balik paksaan permintaan maaf tersebut.
“Aneh… Dipaksa minta maaf,” tulisnya, dikutip Jumat (14/11/2025).
Kritik ini didasari pada prinsip dasar bahwa melaporkan kerusakan fasilitas publik yang membahayakan jiwa adalah tindakan yang etis dan wajib dilakukan oleh siapa pun, khususnya seorang pendidik yang bertanggung jawab atas keselamatan anak didiknya.
Tekanan yang dialami guru tersebut, termasuk tuntutan untuk menandatangani surat permintaan maaf, mengindikasikan adanya upaya sistematis oleh pihak tertentu untuk meredam berita dan menghindari tanggung jawab atas kondisi infrastruktur sekolah yang memprihatinkan.
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi iklim pendidikan di Indonesia. Jika seorang guru yang melaporkan kondisi bahaya demi keselamatan siswa justru mendapatkan intimidasi dan dipaksa meminta maaf, maka hal ini menciptakan ketakutan di kalangan tenaga pendidik lainnya.
Fenomena ini mencerminkan rendahnya perlindungan whistleblower di sektor pendidikan. Guru sebagai pelapor internal seharusnya dilindungi, bukan diintimidasi. Keberanian sang guru untuk memviralkan kondisi sekolah yang ambruk melalui media sosial menunjukkan bahwa jalur birokrasi internal mungkin tidak berfungsi secara efektif, sehingga ia terpaksa mencari bantuan dari sorotan publik.
Pemerintah daerah dan instansi terkait, termasuk Dinas Pendidikan, harus segera mengusut tuntas siapa pihak yang memberikan tekanan kepada guru tersebut dan mengambil tindakan tegas. Fokus harus dialihkan dari mencari kesalahan pelapor ke mencari solusi atas masalah substansial: mengapa bangunan sekolah ambruk dan mengapa tidak segera diperbaiki?
Kasus di Bulukumba ini menjadi cerminan bahwa integritas dan transparansi dalam pengelolaan aset pendidikan masih menjadi tantangan besar. Ke depan, diperlukan regulasi yang lebih kuat untuk melindungi para guru dan staf sekolah yang berani melaporkan penyimpangan atau kondisi fasilitas yang mengancam keselamatan publik.







