Data BPS: Angka Pengangguran di Sulsel Terus Bertambah

Wamanews.id, 29 Juli 2025 – Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya lonjakan angka pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan. Situasi ini mengemuka seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Selatan, Jayadi Nas, menjelaskan bahwa pada Februari 2025, angka pengangguran di Sulsel mencapai 238.800 orang, naik sekitar 8.000 orang dari Februari 2024 yang berjumlah 230.670 orang. Meski demikian, Jayadi Nas menilai bahwa penambahan ini masih dalam kategori pengangguran terbuka, yang berarti mereka masih memiliki peluang untuk terserap ke dunia kerja. “Di Sulsel juga seperti itu.
Pengangguran memang ada penambahan menurut BPS sekitar 8.000-an, akan tetapi itu masih juga dalam konteks pengangguran terbuka,” ujarnya. Angka ini menjadi indikator penting bagi pemerintah daerah untuk terus menggenjot program-program ketenagakerjaan.
Jayadi Nas merinci beberapa penyebab umum terjadinya pengangguran, yang seringkali bersifat situasional. “Pengangguran itu terjadi akibat dari misalnya habis kontraknya, atau dia sudah pensiun.
Yang kedua, dia pindah ke tempat kerja yang lain, atau misalnya dia lagi dalam proses ada masalah atau problem. Itu yang menyebabkan biasanya terjadi PHK yang dianggap itu menganggur,” jelasnya. Pemahaman terhadap berbagai faktor ini menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang tepat.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menegaskan komitmennya untuk tidak tinggal diam. Upaya berkelanjutan akan terus dilakukan untuk menciptakan peluang kerja baru dan, pada saat yang sama, meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang ada. “Pemerintah dalam beberapa waktu ke depan akan tetap memikirkan bagaimana agar tercipta lapangan kerja, sambil kita meng-upgrade kemampuan tenaga kerja kita,” tutur Jayadi, menegaskan fokus pada peningkatan kapasitas SDM.
Jayadi juga meluruskan persepsi mengenai perbedaan antara angkatan kerja dan pengangguran. “Pengangguran itu kan beda dengan angkatan kerja. Angkatan kerja yang meningkat, pengangguran itu memang yang turun, akan tetapi angkatan kerja yang meningkat,” katanya.
Ia menjelaskan, pengangguran terbuka mencakup mereka yang aktif mencari pekerjaan, sedang dalam masa pemagangan, atau baru saja mengakhiri kontrak kerja namun masih berpeluang untuk kembali bekerja.
Disnakertrans Sulsel juga menunjukkan komitmen kuat terhadap inklusivitas di dunia kerja, khususnya bagi penyandang disabilitas. Jayadi Nas mengungkapkan bahwa instansinya telah menyediakan Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat disabilitas.
“Kami bersyukur, menunjukkan bahwa kita telah memberikan suatu perhatian besar. Bahkan di kantor kami, kami punya ULD, dan ada staf kami yang disabilitas, yang langsung memberikan pelayanan,” kata Jayadi.
Ia menambahkan, Disnakertrans tidak hanya sebatas membuka kesempatan kerja, tetapi juga secara aktif melibatkan penyandang disabilitas dalam pelayanan publik. “Kami tidak hanya mempekerjakan, tetapi juga melayani orang-orang yang berstatus disabilitas,” jelasnya. Dalam hal pendanaan pelatihan, Disnakertrans berkolaborasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Skema kerja sama ini mensyaratkan adanya offtaker (perusahaan penyerap) yang jelas bagi para peserta pelatihan. “Baznas yang siap memberikan dana untuk melatih tenaga kerja, yang penting jelas offtaker-nya. Untuk 22 orang disabilitas ini, jelas orangnya dan perusahaan mana yang akan menerima mereka,” imbuh Jayadi, menekankan pentingnya orientasi hasil dari setiap pelatihan.
Jayadi menegaskan, program pelatihan ke depan harus lebih dari sekadar formalitas. Ia menghendaki agar setiap pelatihan benar-benar memberikan dampak nyata dan menjamin keberlanjutan karier peserta setelah lulus. “Kalau disabilitas dilatih, atau siapapun yang dilatih, harus jelas setelah itu dia ke mana. Jangan sekadar dilatih lalu tidak jelas arahnya. Ke depan kami akan buat tata cara pelatihan yang lebih jelas dan bermakna,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan Profesor Yassierli yang sempat berkunjung ke Makassar pekan lalu, menyoroti tantangan struktural yang dihadapi Indonesia. Dari 145 juta angkatan kerja, 85 persen di antaranya berlatar belakang pendidikan maksimal SMA, sementara hanya 15 persen adalah lulusan perguruan tinggi.
Kondisi ini membuat transformasi struktural ketenagakerjaan menjadi tidak mudah.
“Transformasi struktural ketenagakerjaan itu tidak mudah, karena sebagian besar mereka latar belakang pendidikannya maksimum SMA.
Kami menyiapkan berbagai modul kalau seandainya mereka PHK, tapi latar belakang pendidikan tersebut akan sulit,” ujar Yassierli. Ia menekankan bahwa kompetensi menjadi kunci, mengingat peluang kerja ada di sektor formal maupun informal. Saat ini, 60 persen tenaga kerja justru berada di sektor informal.
Menaker Yassierli juga memberikan solusi konkret: mendorong para pencari kerja untuk menggeluti usaha atau UMKM. Menurutnya, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia yang terbukti tangguh. “Dengan kondisi saat ini, UMKM menjadi solusi yang paling konkret dalam membangun ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga para lulusan Universitas tidak hanya bisa mencatat lapangan kerja tetapi juga menjadi pelaku UMKM,” imbuhnya.
“Perekonomian saat ini 90 persen disokong UMKM. Kita bisa melihat sendiri di saat Covid-19 bagaimana UMKM bertahan dan bangkit. Solusi masalah ketenagakerjaan saat ini dan mencegah pengangguran adalah membangun entrepreneur, memiliki inisiatif, mampu membuat peluang dan memiliki opportunity,” pungkas Yassierli, menggarisbawahi pentingnya semangat kewirausahaan sebagai jalan keluar utama dari permasalahan pengangguran.