Daftar Kasus Guru Dikriminalisasi yang Menghantui Dunia Pendidikan Indonesia

Wamanews.id, 6 November 2024 – Kriminalisasi guru di Indonesia menjadi sorotan tajam akhir-akhir ini. Kasus-kasus ini memperlihatkan betapa rentannya posisi guru ketika mereka harus menghadapi tuntutan hukum akibat tindakan disiplin atau hal yang sebenarnya bisa ditangani secara kekeluargaan.
Profesi yang semestinya dihormati ini justru terjerat dalam masalah hukum yang berisiko menghancurkan karier dan kehidupan para pendidik. Berikut adalah empat kasus kriminalisasi guru yang menggemparkan Indonesia.
1. Kasus Sambudi, Guru SMP Raden Rahmat, Sidoarjo
Pada tahun 2016, Sambudi, seorang guru SMP Raden Rahmat di Balongbendo, Sidoarjo, harus menghadapi tuntutan hukum setelah mencubit muridnya yang berinisial SS. Kejadian bermula ketika Sambudi menegur SS karena tidak ikut salat berjamaah di sekolah. Teguran ini berujung pada cubitan yang meninggalkan bekas di tubuh SS. Merasa tidak terima, orangtua SS, yang merupakan anggota TNI, melaporkan Sambudi ke pihak berwajib.
Dalam persidangan pada 14 Juli 2016, Jaksa Penuntut Umum menuntut Sambudi dengan hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Sambudi dinyatakan melanggar pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Anak. Kasus ini memicu perdebatan panas di masyarakat mengenai batasan disiplin dan ancaman yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya.
2. Kasus Zaharman, Guru SMAN 7 Rejang Lebong yang Mengalami Kebutaan
Kasus yang lebih tragis menimpa Zaharman, seorang guru olahraga di SMAN 7 Rejang Lebong. Pada 1 Agustus 2023, Zaharman mengalami kebutaan pada mata kanannya setelah diketapel oleh orangtua murid. Zaharman mendapati salah satu siswanya merokok di kantin sekolah dan memberikan teguran serta hukuman. Namun, siswa tersebut mengadu kepada orangtuanya yang kemudian datang ke sekolah dalam keadaan emosi.
Perdebatan antara Zaharman dan orangtua siswa tak bisa terhindari. Ketapel yang dibawa orangtua siswa itu akhirnya terlepas dan mengenai bola mata kanan Zaharman, menyebabkan kerusakan permanen. Kasus ini menyoroti ancaman fisik yang nyata terhadap guru ketika mereka mencoba menegakkan kedisiplinan di sekolah.
3. Kasus Khusnul Khotimah, Guru SD Plus Darul Ulum, Jombang
Khusnul Khotimah, seorang guru di SD Plus Darul Ulum, Jombang, terjerat kasus hukum pada Februari 2024. Dia dilaporkan oleh orangtua murid atas tuduhan kelalaian karena tidak berada di kelas saat seorang siswa terluka. Insiden ini terjadi ketika siswa yang bermain di dalam kelas melempar kayu dan mengenai mata kanan teman sekelasnya, menyebabkan pendarahan.
Meski Khusnul tidak berada di tempat saat kejadian, ia tetap dijadikan tersangka dengan tuduhan kelalaian dan dikenakan Pasal 360 ayat 1 dan 2 KUHP. Walaupun berstatus tersangka, Khusnul tidak ditahan karena mempertimbangkan kondisi keluarga, terutama anak-anaknya yang masih kecil. Kasus ini membuka diskusi tentang tanggung jawab guru dalam situasi yang berada di luar kendali langsung mereka.
4. Kasus Supriyani, Guru Honorer SDN 4 Baito, Konawe Selatan
Kasus Supriyani di Konawe Selatan menjadi kontroversi setelah ia ditahan atas tuduhan penganiayaan. Pada April 2024, Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, dilaporkan oleh orangtua murid yang bekerja sebagai anggota polisi. Laporan tersebut diajukan setelah sang orangtua menemukan memar di paha anaknya dan menuding Supriyani melakukan kekerasan.
Kasus ini semakin rumit ketika muncul dugaan permintaan uang damai sebesar Rp 50 juta dari pihak pelapor. Pada 16 Oktober 2024, Supriyani resmi ditahan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengkritik prosedur hukum yang dilakukan, dengan menyebut adanya pelanggaran etik karena pelapor dan penyidik berasal dari institusi yang sama, yaitu Polsek Baito. Kasus ini menggambarkan potensi konflik kepentingan dalam proses penegakan hukum yang melibatkan guru.
Serangkaian kasus di atas memperlihatkan bagaimana tindakan disiplin yang seharusnya bisa diselesaikan secara damai malah berujung pada proses hukum yang kompleks. Kriminalisasi guru menjadi ancaman bagi mereka yang berupaya menjalankan peran sebagai pendidik dan pelindung bagi generasi muda. Tidak sedikit yang merasa bahwa hukum terlalu mudah digunakan untuk menghukum guru, tanpa memperhitungkan konteks kejadian yang lebih luas.
Kasus-kasus ini tidak hanya mencerminkan persoalan hukum, tetapi juga tantangan sosial yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia. Para guru diharapkan mampu mendisiplinkan siswa, tetapi juga rentan terhadap tuntutan hukum ketika disiplin tersebut dianggap berlebihan.
Dukungan yang kuat bagi profesi guru menjadi kebutuhan mendesak agar mereka bisa mendidik dengan tenang dan tanpa rasa takut.
Ke depan, perlu adanya kebijakan yang lebih melindungi guru serta pendekatan hukum yang lebih adil dan proporsional. Hal ini penting untuk memastikan bahwa dunia pendidikan tetap menjadi tempat yang aman, baik bagi siswa maupun guru, dalam mendukung generasi penerus bangsa.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan