BPIP Dikritik Keras Masalah Lepas Jilbab Paskibraka Putri 2024
Wamanews.id, 15 Agustus 2024 – Polemik seputar pencopotan jilbab oleh anggota Paskibraka putri 2024 saat upacara pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) terus bergulir. Tindakan ini menuai kecaman dari berbagai pihak, terutama Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI).
Seperti diketahui, sejumlah anggota Paskibraka putri yang selama pelatihan mengenakan jilbab, tiba-tiba tidak lagi mengenakannya saat dikukuhkan oleh Presiden Jokowi.
Fakta ini mengundang tanda tanya besar, terlebih mengingat nilai-nilai kebebasan beragama dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.
Wakil Sekretaris Jenderal PPI, Irwan Indra, dalam keterangannya kepada media, mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam. Menurutnya, tindakan ini jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang selama ini dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
“Sangat disayangkan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai Pancasila, justru terlibat dalam tindakan yang merusak nilai-nilai luhur tersebut,” tegas Irwan.
Irwan juga menduga adanya tekanan yang menyebabkan para Paskibraka putri tersebut melepas jilbabnya.
“Ada indikasi kuat adanya tekanan yang membuat mereka terpaksa melepas jilbab. Entah itu berupa ancaman tidak akan ditempatkan di pasukan inti atau bahkan tidak diizinkan membawa baki,” ungkapnya.
Dugaan adanya tekanan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa sebagian besar anggota Paskibraka putri yang berasal dari 18 provinsi awalnya mengenakan jilbab. Namun, pada saat pengukuhan, mereka kompak melepas jilbabnya.
“Ini sangat janggal. Padahal selama latihan, mereka diperbolehkan mengenakan jilbab. Kenapa tiba-tiba pada saat pengukuhan harus dilepas?,” tanya Irwan.
Tidak hanya melanggar nilai-nilai Pancasila, tindakan pencopotan jilbab ini juga dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Setiap individu berhak untuk menjalankan agamanya dan mengekspresikan keyakinan sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak mengganggu hak orang lain.
“Ini adalah bentuk diskriminasi yang nyata. Negara seharusnya menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warganya tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar golongan,” ujar seorang pengamat sosial, Ahmad Yani.
Menanggapi kasus ini, PPI mendesak BPIP untuk meminta maaf kepada publik dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang telah diambil. Selain itu, PPI juga meminta agar kasus ini diusut tuntas dan pihak-pihak yang bertanggung jawab diberikan sanksi yang setimpal.
“Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang. Negara harus benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman dan toleransi,” pungkas Irwan.
Kasus pencopotan jilbab Paskibraka putri ini tidak hanya berdampak pada para korban langsung, tetapi juga menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap negara dan lembaga-lembaga negara pun menjadi taruhannya.
Para ahli menilai, kasus ini dapat memicu polarisasi dan perpecahan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menahan diri dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang bersifat sensitif.
Kasus ini sekali lagi mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kerukunan dan toleransi di tengah masyarakat yang majemuk. Meskipun Indonesia telah dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan, namun dalam praktiknya masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan beradab, diperlukan komitmen bersama dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah, lembaga-lembaga negara, masyarakat sipil, dan seluruh elemen bangsa harus bahu-membahu untuk membangun masyarakat yang inklusif dan toleran.
Penulis: Nada Gamara
Editor: Ardan