Ekonomi Sulsel Tetap Tangguh Meski Dunia Goyang karena Perang Dagang Cina-AS

Wamanews.id, 15 Mei 2025 – Ketika dunia dihantui ketidakpastian akibat memanasnya kembali perang dagang antara dua raksasa ekonomi global, Amerika Serikat dan Tiongkok, Sulawesi Selatan justru menunjukkan ketangguhan. Perekonomian provinsi ini diklaim tetap stabil dan bahkan mencatat pertumbuhan yang mengesankan.
Hal ini diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, dalam forum diskusi bertajuk Sulsel Talk: Ekonomi Sulsel Dipusatkan Perang Dagang Global 2.0: Menakar Risiko, Menjemput Peluang yang digelar di Kantor BI Sulsel, Rabu (14/5/2025).
Menurut Rizki, konflik dagang global dan kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump, termasuk kenaikan tarif impor, tidak terlalu memengaruhi kinerja ekspor Sulsel. Alasannya sederhana: Amerika bukan tujuan utama ekspor provinsi ini.
“Ekspor Sulsel ke Amerika Serikat hanya sekitar 2,7 persen atau senilai 55,5 juta dolar AS. Bandingkan dengan ekspor ke Jepang yang mencapai 48 persen dan Cina sebesar 33,8 persen,” papar Rizki.
Ia menambahkan, ketergantungan Sulsel terhadap pasar Amerika yang rendah membuat dampak perang dagang menjadi minim. Justru, kondisi ini membuka peluang bagi Sulsel untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain.
Secara nasional, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 berada di angka 4,87 persen, sedikit turun dari kuartal IV-2024 yang sebesar 5,02 persen. Namun wilayah Sulawesi mencatat pertumbuhan tertinggi secara nasional, mencapai 6,40 persen year-on-year, dan Sulsel menjadi penyumbang terbesar.
“Pertumbuhan ekonomi Sulsel mencapai 5,78 persen. Ini naik dibanding kuartal sebelumnya yang 5,18 persen. Sulsel bahkan menempati peringkat lima pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia,” ungkap Rizki.
Adapun sektor yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.
Dalam forum tersebut, ekonom senior Dr. Aviliani turut mengingatkan bahwa meski Sulsel memiliki keunggulan di sektor pertanian dan pertambangan, pemerintah daerah tak boleh mengabaikan aspek lingkungan.
“Persyaratan ekspor ke depan akan makin ketat dari sisi keberlanjutan. Jika kita tidak memperhatikan dampak lingkungan, maka komoditas kita bisa ditolak di pasar global,” jelasnya.
Aviliani juga menilai kebijakan proteksionisme yang digencarkan oleh negara-negara maju adalah bentuk penyesuaian pasca-pandemi COVID-19. Oleh karena itu, Sulsel dituntut memperkuat ketahanan ekspor dan menjaga daya saing komoditas unggulannya.
Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman, menyebut forum diskusi seperti Sulsel Talk sangat strategis dalam menjaga arah pembangunan ekonomi daerah di tengah situasi global yang tak menentu.
“Perang dagang ini menimbulkan efek domino terhadap harga komoditas, rantai pasok, hingga akses pasar. Namun, karena mayoritas ekspor Sulsel ditujukan ke Jepang dan Cina, dampaknya belum terlalu signifikan,” jelas Jufri.
Ia berharap masukan-masukan dalam forum ini dapat menjadi referensi penting dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulsel 2025–2030. Pemerintah provinsi, di bawah kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dan Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi, disebut terus berkomitmen menjaga kestabilan ekonomi daerah.
“Kami ingin hasil forum ini menjadi bagian dari fondasi arah pembangunan Sulsel lima tahun ke depan,” ujar Jufri.
Sulsel kini menjadi contoh daerah yang mampu menjaga kestabilan ekonomi meski dunia sedang bergejolak. Dengan strategi ekspor yang tepat sasaran dan penguatan sektor unggulan, serta kesadaran menjaga kelestarian lingkungan, Sulsel dinilai siap menghadapi tantangan global dan meraih peluang baru.







