Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

News

Rekening Nganggur 3 Bulan Bakal Diblokir PPATK, Netizen Soroti Jutaan Pengangguran: “Gak Diurus, Giliran Udah Kerja Dipajakin!” 

Wamanews.id, 30 Juli 2025 – Kebijakan baru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang akan memblokir rekening bank tidak aktif selama tiga bulan berturut-turut telah memicu gelombang kritik dan pertanyaan di tengah masyarakat. 

Pengumuman ini, yang sejalan dengan regulasi perbankan nasional dan amanat Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menuai sorotan tajam, terutama dari warganet yang mengaitkannya dengan masalah pengangguran di Indonesia.

PPATK menyatakan bahwa langkah pemblokiran ini merupakan penghentian sementara transaksi untuk rekening yang terindikasi tidak digunakan secara aktif. 

“PPATK melakukan penghentian sementara berdasarkan peraturan yang berlaku untuk melindungi sistem keuangan dari penyalahgunaan,” demikian penjelasan dari akun resmi @ppatk_indonesia, Senin (28/7/2025). Tujuannya jelas: untuk menjaga integritas sistem keuangan dari potensi penyalahgunaan, seperti tindak pidana pencucian uang.

Namun, regulasi ini justru disorot tajam oleh netizen yang melihatnya dari sudut pandang ironis. Berbagai spekulasi dan keluhan membanjiri media sosial. “Nganggur gak diurus negara. Giliran udah kerja eh dipajakin,” kata seorang warganet dengan nada satir. Komentar lain tak kalah pedas, “Udah nganggur. ATM kosong nganggur diblokir pula. Haduh begini banget punya pemimpin,” ujar warganet lainnya, menyiratkan kekecewaan yang mendalam.

Keresahan netizen ini tidak lepas dari fakta bahwa angka pengangguran di Indonesia masih menyentuh jutaan orang. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers awal Mei 2025, memang telah mengungkap adanya kenaikan jumlah pengangguran jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Jika dibandingkan dengan Februari 2024, terjadi peningkatan jumlah pengangguran sebesar 0,08 juta orang atau sekitar 1,11%,” kata Amalia. Ia menjelaskan bahwa pada Februari 2025, jumlah penduduk usia kerja mencapai 216,79 juta orang, meningkat 2,79 juta orang dibanding tahun lalu. Dari jumlah tersebut, 153,05 juta orang tergolong sebagai angkatan kerja, sementara 63,74 juta sisanya berada di luar angkatan kerja.

“Tahun ini, angkatan kerja bertambah cukup signifikan, yakni sebanyak 3,67 juta orang,” tambah Amalia. Dari total angkatan kerja yang mencapai 153,05 juta orang, sebanyak 145,77 juta orang telah bekerja. Rinciannya, pekerja penuh berjumlah 96,4 juta orang, pekerja paruh waktu 37,26 juta orang, dan pekerja setengah menganggur sebanyak 11,67 juta orang. Sementara itu, sisanya yang berjumlah 7,28 juta orang masih berstatus pengangguran.

Meskipun jumlah penganggur naik, anehnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) justru sedikit turun menjadi 4,76%, dibandingkan 4,82% pada Februari 2024. Penurunan TPT ini bisa jadi disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja yang lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah pengangguran, atau adanya pergeseran status dari pengangguran ke pekerjaan informal atau paruh waktu.

Kontradiksi antara kebijakan pemblokiran rekening dan realitas jutaan pengangguran ini memicu pertanyaan besar tentang sensitivitas pemerintah terhadap kondisi ekonomi rakyat. Di satu sisi, langkah PPATK bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keamanan sistem keuangan. 

Namun di sisi lain, kebijakan ini dianggap kurang mempertimbangkan situasi masyarakat yang sedang berjuang mencari nafkah, di mana rekening tidak aktif bisa jadi bukan karena kejahatan, melainkan karena ketiadaan pemasukan atau sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Pemerintah dituntut untuk tidak hanya fokus pada regulasi keamanan finansial, tetapi juga pada solusi konkret untuk mengatasi angka pengangguran yang masih tinggi. Komunikasi yang lebih baik dan kebijakan yang lebih holistik diperlukan agar setiap langkah pemerintah tidak menimbulkan keresahan baru di tengah masyarakat yang sedang berjuang.

Penulis

Related Articles

Back to top button