Ini Alasan Warga RI Rela Terbang ke Malaysia & Singapura Demi Berobat

Wamanews.id, 30 April 2025 – Tidak sedikit warga Indonesia yang lebih memilih terbang ke Malaysia atau Singapura untuk berobat, terutama dari kalangan menengah ke atas. Kota seperti Penang di Malaysia bahkan sudah lama dikenal sebagai destinasi utama wisata medis bagi pasien dari Indonesia.
Fenomena ini bukan tanpa alasan. Selain soal harga yang bisa lebih murah, kenyamanan layanan, komunikasi dokter yang lebih baik, dan sistem kesehatan yang ramah pasien menjadi pertimbangan utama masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Adib Khumaidi, yang menyebut bahwa aspek komunikasi antara dokter dan pasien menjadi kelemahan besar sistem layanan kesehatan Indonesia saat ini.
“Salah satu alasan utama warga kita lebih memilih berobat ke Malaysia atau Singapura adalah karena mereka merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi dengan tenaga medis di sana,” ujar Adib, dikutip dari Detikcom.
Ia menambahkan, di negara-negara seperti Malaysia, kebijakan pemerintah seperti pembebasan pajak (free tax) pada layanan kesehatan turut membuat biaya medis lebih kompetitif. “Di sana, pelayanan kesehatan bisa lebih murah karena memang didukung oleh regulasi negara,” tambahnya.
Kerugian Ekonomi yang Fantastis
Masifnya arus pasien Indonesia ke luar negeri rupanya bukan sekadar soal kebiasaan. Menurut data yang pernah diungkap Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi), lebih dari 1 juta warga Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahun. Akibatnya, negara kehilangan potensi ekonomi yang sangat besar.
“Kita kehilangan devisa sebesar US$11,5 miliar atau setara Rp180 triliun setiap tahun karena masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri,” ujar Jokowi pada 2024.
Nilai ini sangat fantastis dan menjadi tanda bahwa sistem layanan kesehatan nasional belum cukup dipercaya oleh masyarakatnya sendiri.
Salah satu faktor krusial yang memperburuk situasi adalah kekurangan dokter spesialis di Indonesia. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, secara tegas menyebut bahwa Indonesia tengah mengalami krisis akut dokter spesialis, yang turut mendorong warga mencari pengobatan ke luar negeri.
Masalah utamanya, kata Budi, terletak pada sistem pendidikan dokter spesialis yang tidak hanya mahal tetapi juga tidak berpihak pada peserta didik. Berbeda dengan negara-negara maju di mana calon dokter spesialis tetap bisa bekerja sambil belajar, di Indonesia justru sebaliknya.
“Di negara lain, mereka tetap bekerja dan digaji selama pendidikan. Di sini, malah harus berhenti kerja, bayar mahal, dan baru bisa praktik setelah bertahun-tahun,” jelas Menkes dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (29/4/2025).
Dengan sistem seperti itu, tidak heran jika banyak lulusan kedokteran memilih jalur lain ketimbang mengambil pendidikan spesialis. Akibatnya, distribusi dokter ahli tidak merata dan semakin memperbesar kesenjangan layanan kesehatan, terutama di luar Pulau Jawa.
Melihat kondisi ini, para pakar dan pemangku kepentingan sepakat bahwa reformasi menyeluruh dalam sistem pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan sangat mendesak. Tidak cukup hanya menambah jumlah rumah sakit atau alat medis canggih, namun peningkatan kualitas interaksi dokter-pasien, kenyamanan layanan, hingga pembenahan sistem pendidikan spesialis harus menjadi prioritas nasional.
Jika tidak segera diperbaiki, arus keluar pasien Indonesia akan terus mengalir ke negeri tetangga, sementara potensi devisa triliunan rupiah terus menguap setiap tahun.