Kepala BPBD Ingatkan Potensi Banjir di Sulsel

Wamanews.id 4 November – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan, Amson Padolo, mengingatkan kepada masyarakat bahwa hampir semua daerah di Sulawesi Selatan berpotensi banjir, sehingga diperlukan adanya mitigasi bencana dan lebih siaga selama berlangsungnya musim penghujan.
Meskipun ada peta bencana yang mengidentifikasi beberapa daerah yang rawan banjir, namun hal tersebut tidak menjadi dasar semata. Prediksi bencana alam semakin sulit, karena adanya krisis iklim dan kelainan cuaca.
”Seperti pada peta bencana banjir yang mencatat Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Wajo sebagai wilayah rawan banjir, namun saat ini hampir semua daerah rawan banjir. Termasuk daerah dataran tinggi seperti Kabupaten Enrekang dan Toraja, itu juga pernah banjir,” ucap Amson di Makassar, Senin (3/11/2025).
Menurut Amson, Pemerintah harus segera mengimbau kepada setiap pemerintah daerah untuk melakukan pemetaan wilayah banjir di wilayah masing-masing, serta mengupayakan upaya mitigasi seperti menyiapkan butterstock dan upaya pencegahan lainnya.
BPBD Sulsel sendiri telah melakukan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana sejak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan prakiraan cuaca untuk musim hujan yang diperkirakan berlangsung hingga april 2026.
”Maka dari itu, kita mulai mengantisipasi dengan posko-posko kedaruratan, termasuk kesiapan personil dan memperkuat komunikasi informasi dan edukasi (KIE) terkait kebencanaan,” ujarnya.
Apalagi, secara geografis, Sulawesi Selatan terdiri dari wilayah pegunungan, lautan pesisir hingga lembah dataran rendah, yang mengakibatkan berisiko terhadap bencana alam.
Berdasarkan data BPBD Sulsel di 2023, jumlah kejadian bencana mencapai 988 kasus dengan kejadian bencana didominasi bencana kebakaran 356 kasus, kemudian disusul angin kencang 235 kasus. Selanjutnya tanah longsor 90 kasus dan banjir 70 kejadian.
Pada 2024, akumulasi bencana turun dibanding tahun sebelumnya yakni 924 kasus. Jenis bencana di tahun ini juga terbilang variatif karena mencatat sembilan kejadian cuaca ekstrem. Selain itu, kejadian banjir juga meningkat signifikan atau dua kali lipat lebih menjadi 167 kejadian.
Sementara hingga Oktober 2025, bencana yang terjadi telah mencapai 706 kejadian dan banjir telah terjadi 87 kejadian.
Bencana di Sulawesi Selatan menigkat karena disebabkan oleh perubahan iklim, tingkat pertumbuhan pembukaan lahan dan pemukiman. Maka dari itu, perlu adanya penyatuan dokumen kebencanaan dengan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) dan Kajian Resiko Bencana (KRB) agar terjadi sinkronisasi terhadap antisipasi risiko pembukaan lahan.
“Kita menekankan bencana urusan bersama dari unsur pentahelix dan semua leading sektor. Sebab mitigasi ini dilakukan secara struktural seperti normalisasi sungai dan non struktural seperti yang kami lakukan di BPBD,” pungkasnya.
Penulis: Muh Fadhlur Rahman (Magang)







