Idul Fitri: Makna Mendalam di Balik Hari Kemenangan dan Harmoni

Wamanews.id, 31 Maret 2025 – Tibalah saatnya umat Islam merayakan kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa Ramadan. Lebaran Idulfitri 1446 Hijriah tiba, menjadi momen bagi seluruh Muslim di dunia untuk bersyukur dan mengagungkan kebesaran Allah SWT.
Namun, Idulfitri bukan hanya sekadar perayaan seremonial tahunan. Lebih dari itu, Idulfitri membawa nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan, dan hubungan antarsesama yang harus dijaga dengan penuh kasih sayang. Salah satu inti dari perayaan ini adalah saling memaafkan atas kesalahan yang dilakukan selama setahun terakhir.
Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Sulawesi Selatan, Profesor Hamzah Harun, menekankan bahwa Idulfitri memiliki makna kembali kepada fitrah. Menurutnya, ini bukan hanya tentang meningkatkan hubungan dengan Tuhan melalui ibadah Ramadan, tetapi juga memperbaiki hubungan dengan sesama manusia.
“Kita tahu bahwa Idulfitri dalam bahasa Arab berarti kembali ke fitrah atau kesucian. Seorang Muslim diharapkan kembali menjiwai keberadaannya sebagai manusia yang memiliki kefitrahan. Oleh karena itu, ia harus mensucikan jiwanya, baik dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dengan Tuhannya,” kata Hamzah.
Lebih lanjut, Hamzah mengingatkan umat Islam agar tidak menjadi “penyembah Ramadan”, yaitu orang yang hanya meningkatkan ibadahnya selama bulan Ramadan, tetapi setelahnya kembali seperti semula. Ia menegaskan bahwa Tuhan di bulan Ramadan adalah Tuhan yang sama di luar Ramadan, sehingga hubungan spiritual dan sosial harus tetap terjaga sepanjang tahun.
Mempertahankan semangat Idulfitri bukanlah perkara mudah. Hamzah menilai tantangan terbesar justru datang dari dalam diri sendiri, yakni hawa nafsu yang kembali berkuasa setelah Ramadan berakhir.
“Di bulan Ramadan, kita berhasil menekan hawa nafsu. Tapi setelahnya, kita sering kehilangan kendali dan kembali mengikuti keinginan diri. Inilah tantangan terbesar yang harus dihadapi,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menyebut setelah perang Badar, umat Islam akan menghadapi perang yang lebih besar, yakni perang melawan hawa nafsu. Oleh sebab itu, menjaga kesucian diri dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia menjadi tugas utama seorang Muslim.
Ketua DPP IMMIM, KH Ishaq Shamad, juga mengingatkan agar masyarakat tidak menyikapi Idulfitri dengan euforia berlebihan. Menurutnya, tradisi berburu baju baru, menghias rumah, dan berbagai kebiasaan lainnya tidak boleh menggeser esensi dari Idulfitri itu sendiri.
“Boleh kita merasa senang karena telah menyelesaikan puasa selama sebulan, tetapi jangan sampai berlebihan. Sebaiknya, kita lebih banyak beribadah, berzikir, dan bersalawat menjelang akhir Ramadan,” katanya.
Ishaq menegaskan bahwa seseorang yang telah menjalankan ibadah Ramadan dengan baik akan mendapatkan kemenangan di hari Idulfitri dan kembali seperti bayi yang suci dari dosa. Namun, ia juga mengingatkan agar tetap memperhatikan kewajiban seperti membayar zakat fitrah dan zakat mal agar benar-benar bersih dari kesalahan.
Lebaran tahun ini bertepatan dengan perayaan Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu. Ini menjadi momen spesial dalam membangun harmoni dan toleransi antarumat beragama.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Selatan, Profesor Muammar Bakry, menjelaskan bahwa meskipun cara perayaannya berbeda, Idulfitri dan Nyepi memiliki esensi yang sama dalam membentuk manusia yang lebih baik.
“Idulfitri dirayakan dengan penuh syiar, umat Islam turun ke jalan dan bersilaturahmi. Sementara itu, umat Hindu menjalankan Nyepi dalam suasana hening. Meski berbeda, kedua perayaan ini bertujuan membentuk manusia yang taat kepada Tuhan dan peduli terhadap sesama,” kata Muammar.
Ia menekankan bahwa Idulfitri menjadi waktu yang tepat bagi umat Islam untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat luas. Tradisi halal bihalal di Indonesia menjadi bukti nyata bagaimana Islam menanamkan nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan.
“Idulfitri adalah puncak dari ibadah puasa selama sebulan. Setelah itu, kita diwajibkan berbagi melalui zakat fitrah. Ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya berbicara tentang hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia,” jelasnya.
Muammar juga mengingatkan bahwa ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam tidak hanya terbatas pada sesama Muslim, tetapi juga meliputi persaudaraan kebangsaan dan kemanusiaan. Dengan demikian, momen Idulfitri dan Nyepi seharusnya dapat menjadi inspirasi dalam menjaga harmoni dan persatuan.
“Keimanan kita boleh berbeda, tetapi kita tetap terikat oleh nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan. Perayaan hari besar keagamaan seharusnya tidak hanya menjadi ritual, tetapi juga mendorong kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih peduli terhadap sesama,” pungkasnya.
Dengan memahami makna sejati Idulfitri, diharapkan umat Islam tidak hanya merayakan kemenangan, tetapi juga benar-benar kembali ke fitrah sebagai manusia yang suci, penuh kasih sayang, dan berkomitmen menjaga hubungan baik dengan sesama.







