Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

News

Strategi Ekonomi di Balik Program Makan Bergizi Gratis, BGN Tolak Bantuan Tunai

Wamanews.id, 23 September 2025 – Polemik seputar skema penyaluran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus berlanjut. Meskipun ada usulan untuk mengubahnya menjadi bantuan tunai, Badan Gizi Nasional (BGN) menolak tegas gagasan tersebut. Penolakan ini bukan hanya didasari oleh alasan teknis dan gizi, tetapi juga oleh sebuah visi ekonomi yang lebih besar: menciptakan sistem rantai pasok pangan yang mandiri di tingkat desa.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa program MBG tidak hanya bertujuan untuk memenuhi gizi anak, tetapi juga dirancang untuk menggerakkan perekonomian lokal. “Pemerintah ingin menciptakan sistem rantai pasok ekonomi desa. Caranya, yakni dengan membangun permintaan atau demand baru dalam hal ini melalui dapur MBG,” kata Dadan di kantornya, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Skema ini, menurut Dadan, bertujuan untuk menciptakan pasar baru yang stabil bagi produk-produk pertanian lokal. Ia memberikan contoh konkrit: setiap Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) membutuhkan sekitar 5 ton beras per hari. Permintaan yang besar dan konsisten ini akan diserap dari daerah setempat, maupun daerah penghasil beras di sekitarnya. Hal ini secara langsung akan memberikan manfaat ekonomi bagi para petani.

“Satu SPPG itu kan setiap bulan butuh 5 ton beras. Itu setara dengan 10 ton gabah kering giling. Jadi berapa hektar? Ada 2 hektar luas panen yang (dimanfaatkan) satu SPPG,” jelas Dadan. Angka ini menunjukkan dampak nyata dari satu unit SPPG terhadap produktivitas dan kesejahteraan petani di sekitarnya. 

Dengan adanya permintaan yang tinggi dan pasti, nilai tukar petani pun akan ikut terjaga, memberikan kepastian pendapatan yang sebelumnya seringkali tidak menentu. Visi ini berbeda jauh dari skema bantuan tunai yang diusulkan, misalnya oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP, Charles Honoris

Charles sebelumnya menyoroti masalah keracunan dan selera siswa yang berbeda, dan menyarankan agar uang diberikan langsung kepada orang tua untuk membeli makanan sendiri. “Sehingga orang tua murid bisa menyediakan makanan sendiri untuk anak-anaknya,” kata Charles di Parlemen, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Namun, BGN menilai bahwa skema bantuan tunai tidak memiliki dampak ekonomi sebesar skema rantai pasok. Selain itu, Dadan juga berargumen bahwa program bantuan tunai sudah ada, seperti BLT dari Kementerian Sosial, sehingga tidak perlu membuat program yang serupa. 

Dengan mempertahankan skema saat ini, BGN ingin memastikan bahwa program MBG memiliki tujuan ganda: sebagai intervensi gizi dan sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan di pedesaan, membangun kemandirian pangan lokal dan ketahanan pangan nasional.

Penulis

Related Articles

Back to top button