Miris! Program Makan Bergizi Gratis Rawan Keracunan, Ahli Gizi Beri Peringatan Keras

Wamanews.id, 27 April 2025 – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi harapan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak di Indonesia justru tercoreng oleh serangkaian kasus keracunan massal yang terjadi sepanjang tahun 2025. Terbaru, kasus keracunan MBG di Cianjur bahkan ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan setempat, menambah daftar panjang insiden serupa di berbagai daerah.
Setiap kasus keracunan massal dalam program MBG ini memiliki penyebab yang berbeda-beda, mengindikasikan adanya permasalahan yang sistemik dalam implementasinya. Sebagai contoh, di Bombana, Sulawesi Tenggara, investigasi menunjukkan bahwa keracunan disebabkan oleh menu ayam tepung yang telah basi. Sementara itu, insiden keracunan massal akibat program MBG di Sukoharjo diduga kuat terjadi karena proses pengolahan ayam yang kurang matang. Rentetan kejadian ini lantas memunculkan pertanyaan besar mengenai standar keamanan pangan dalam program MBG. Bagaimana tanggapan ahli gizi terkait permasalahan serius ini?
Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat, dr. Tan Shot Yen, yang telah lama menyoroti isu ini sejak Januari 2025, akhirnya angkat bicara. “Sebetulnya, jika kita merujuk pada panduan teknis MBG yang telah dirilis oleh Badan Gizi Nasional (BGN), semuanya sudah sangat jelas,” ungkap dr. Tan saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (24/4/2025).
dr. Tan menjelaskan bahwa BGN telah merumuskan 5 kunci utama keamanan pangan yang seharusnya menjadi pedoman dalam setiap tahapan program MBG. Kelima kunci tersebut meliputi: menjaga suhu makanan dengan tepat, menggunakan air dan bahan baku yang terjamin keamanannya, menjaga kebersihan secara menyeluruh, memasak makanan dengan benar hingga matang sempurna, serta memisahkan pangan mentah dari pangan matang untuk mencegah kontaminasi silang. “Pertanyaannya sekarang, apakah semua poin penting ini sudah dijalankan dengan baik di lapangan? Adakah sistem monitoring dan supervisi yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan pangan?” ujarnya dengan nada prihatin. dr. Tan telah jauh-jauh hari mengingatkan bahwa pengelolaan makanan yang tidak sesuai dengan standar keamanan yang berlaku dapat menimbulkan dampak buruk yang serius bagi kesehatan anak-anak yang menjadi target program MBG.
Lebih lanjut, Dr. Tan Shot Yen juga menyoroti pentingnya penerapan prinsip keamanan pangan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP). Sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com pada 3 Januari 2025, HACCP adalah suatu sistem manajemen keamanan pangan yang mengatur pengelolaan makanan sesuai dengan standar kebersihan dan keamanan yang ketat, mulai dari pemilihan bahan baku di tingkat awal hingga produk makanan sampai ke tangan konsumen.
Berikut adalah enam prinsip dan langkah penting dalam penerapan HACCP yang ditekankan oleh dr. Tan:
- Menyeleksi Bahan Pangan dengan Cermat: dr. Tan menekankan bahwa saat proses pembelian, kesegaran bahan baku makanan harus menjadi prioritas utama. Berbagai jenis makanan memiliki persyaratan kelayakan tertentu, seperti daging, ikan, sayuran, dan bumbu dapur. Beliau mengimbau agar bahan mentah yang akan diolah tidak boleh dalam kondisi busuk atau berjamur.
- Menyimpan Bahan Makanan dengan Benar: Mengingat iklim Indonesia yang lembab, bahan makanan sangat rentan terhadap pembusukan. dr. Tan mengingatkan bahwa makanan yang sudah tidak segar akibat masalah penyimpanan tidak boleh diberikan kepada anak-anak. “Bukan hanya beras, bahan makanan lain seperti daging dan bumbu dapur juga harus disimpan pada suhu dan cara yang tepat,” tegasnya.
- Menjaga Kebersihan Proses Memasak: Kebersihan bahan baku dan peralatan masak adalah hal yang mutlak. dr. Tan juga menyarankan untuk menjaga kebersihan dapur secara keseluruhan agar tidak menjadi sarang bagi tikus, kucing, atau hewan lain yang berpotensi merusak kualitas makanan.
- Memperhatikan Penyedap Rasa dan Bahan Tambahan Lain: dr. Tan menyoroti risiko yang mungkin timbul akibat penggunaan berlebihan micin, saus, atau penyedap rasa lainnya dalam masakan. Beliau menyarankan agar bahan tambahan ini digunakan sesuai dengan porsinya atau bahkan dihindari sebisa mungkin. “Penggunaan micin atau saus secara berlebihan memiliki risiko kandungan garam, gula, atau bahkan micin itu sendiri yang tidak sehat,” ujarnya.
- Memilih Bahan Kemasan yang Aman: Bahan yang digunakan untuk mengemas makanan harus bebas dari zat-zat berbahaya. Selain itu, makanan panas juga tidak boleh langsung disimpan dalam wadah plastik yang mengandung Bisphenol A (BPA). dr. Tan juga melarang penggunaan styrofoam atau kertas nasi yang dilapisi plastik karena berpotensi meleleh dan mencemari makanan saat terkena panas. “Pengemasan plastik harus dipastikan bebas BPA. Sangat tidak dianjurkan menggunakan plastik gula atau es sebagai wadah makanan panas karena berisiko adanya migrasi mikroplastik ke dalam makanan,” katanya.
- Memperhatikan Cara dan Waktu Distribusi Makanan: dr. Tan mengungkapkan bahwa makanan yang sudah matang harus segera dikonsumsi dalam waktu maksimal dua jam setelah proses memasak selesai. Setelah melewati batas waktu tersebut, makanan akan berada pada suhu antara 5 hingga 60 derajat Celsius, yang merupakan zona suhu kritis bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. Beliau menambahkan bahwa makanan menjadi basi bukan karena wadah makanan ditutup saat masih panas, melainkan karena proses penyimpanan makanan yang terlalu lama dalam suhu kritis tersebut.
Rangkaian kasus keracunan dalam program MBG ini menjadi pengingat keras akan pentingnya implementasi standar keamanan pangan yang ketat dan pengawasan yang efektif. Kegagalan dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar keamanan pangan tidak hanya membahayakan kesehatan anak-anak, tetapi juga merusak citra dan tujuan mulia dari program ini. Evaluasi menyeluruh dan perbaikan mendesak dalam sistem pengelolaan makanan program MBG menjadi suatu keharusan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.







