Kenapa Waisak Selalu Dirayakan di Candi Borobudur? Ini Sejarah yang Jarang Diketahui

Wamanews.id, 12 Mei 2025 – Setiap tahun, jutaan umat Buddha di Indonesia merayakan hari Raya Waisak dengan penuh khidmar. Yang menarik, perayaan waisak nasional hampir selqlu dipusarkan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah. Tapi, mengapa perayaan ini tak pernah lepas dari candi bersejarah tersebut?
Pada tahun 2025, Hari Raya Waisak jatuh pada Senin 12 Mei 2025, bertepatan dengan Purnama Sidhi, yaitu saat bulan penuh sempurna. Waisak sendiri merupakan momen suci bagi umat Buddha, memperingati tiga peristiwa penting atau Trisuci Waisak: kelahiran Siddharta Ga Utama, pencapaian agung, san wafatnya Buddha Gautama.
Perayaan Waisak nasional yang berlangsung di Candi Borobudur bukan hanya tradisi semata. Mengutip Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), umat Buddha telah menjadikan Candi Mendut dan Candi Borobudur sebagai pusat ritual Waisak sejak tahun 1929.
Candi Borobudur tak hanya menjadi ikon budaya Indonesia, tetapi juga diakui sebagai tempat ibadah umat Buddha dari seluruh dunia.
Hal ini diperkuat oleh nota kesepahaman antara empat kementrian dan dua pemerintah provinsi pada 11 Februari 2022, yang menegaskan kembali fungsi Candi Borobudur sebagai pusat ibadah agama Buddha.
Penetapan Waisak sebagai hari libur nasional bukanlah hal baru. Hal ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 1983 yang sebelumnya telah diperjuat lewat Keputusan Menteri Agama Nomor 35 tahun 1980 tentang Perayaan Tri Suci Waisak di Indonesia.
Namun, di balik kemegahannya, banyak orang belum tahu bagaimana Candi Borobudur dibangun dan mengapa ia begitu sakral hingga menjadi pusat perayaan. Dibangun sekitar tahun 750-850 Masehi oleh Dinasti Syailendra, candi ini merupakan karya arsitektur luar biasa yang berdiri tanpa semen, paku, atau perekat modern.
Yang menakjubkan, batu-batu itu dipahat satu per satu agar saling mengunci secara presisi, menggunakan teknik interlock, mirip seperti menyusun puzzle. Batu-batu tersebut disusun hingga mencapai puncak setinggi 30 meter, tanpa bantuan alat berat seperti zaman sekarang.
“Untuk satu balok batu saja, dibutuhkan empat orang untuk memikulnya,” tulis Noehardi. Tak heran, proses pembangunannya memakan waktu yang sangat lama, bahkan diyakini memakan korban jiwa selama proses konstruksi.
Karena itulah, Candi Borobudur tidak hanya menjadi simbol kejayaan arsitektur nusantara, tetapi juga pusat spiritualitas umat Buddha yang memiliki makna historis, religius, dan kultural yang kuat.
Di masa kini, setiap Waisak, ribuan umat Buddha dari seluruh penjuru dunia berkumpul untuk melakukan ritual di Borobudur, mulai dari pengambilan api abadi dari Mrapen, pelepasan lampion, hingga meditasi dan doa bersama di bawah sinar bulan purnama.
Lebih dari sekadar tempat ibadah, Candi Borobudur menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, menghubungkan warisan nenek moyang dengan spiritualitas modern.
Maka tak heran, Candi Borobudur tetap dipilih sebagai pusat Waisak nasional bukan hanya karena keindahannya, tapi juga karena makna sejarah dan spiritualitas yang dikandungnya.







