Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

News

DJP Perkuat Sistem Perpajakan Digital: Realisasi Rp42,53 Triliun Jadi Bukti Potensi Besar Ekonomi Digital RI 

Wamanews.id, 23 Oktober 2025 – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berhasil mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital, yang kini menjadi salah satu pilar penting bagi keuangan negara. 

Hingga 30 September 2025, total penerimaan pajak dari sektor ini telah mencapai Rp42,53 triliun, sebuah angka yang membuktikan potensi besar ekonomi digital Indonesia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, merinci bahwa penerimaan tersebut berasal dari berbagai komponen pajak yang relevan dengan transaksi dan aktivitas di ranah digital. Komponen terbesar adalah dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp32,94 triliun. 

Selain itu, pajak atas aset kripto menyumbang Rp1,71 triliun, pajak fintech mencapai Rp4,1 triliun, dan pajak yang dipungut pihak lain melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) senilai Rp3,78 triliun.

Pencapaian ini mencerminkan keberhasilan DJP dalam mengadaptasi sistem perpajakan untuk mengakomodasi dinamika dan pertumbuhan pesat ekonomi digital. 

Rosmauli menjelaskan, dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, sebanyak 207 PMSE telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE.

Penerimaan dari PPN PMSE menunjukkan tren peningkatan berkelanjutan sejak 2020: Rp731,4 miliar (2020), Rp3,9 triliun (2021), Rp5,51 triliun (2022), Rp6,76 triliun (2023), Rp8,44 triliun (2024), dan Rp7,6 triliun hingga September 2025. Ini menandakan efektivitas kebijakan perpajakan terhadap transaksi digital lintas batas.

Begitu pula dengan pajak kripto, yang terkumpul Rp1,71 triliun hingga September 2025, terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp836,36 miliar dan PPN DN sebesar Rp872,62 miliar. 

Penerimaan ini menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan aset digital di Indonesia telah mulai terintegrasi dalam kerangka perpajakan.

Sektor fintech juga tidak luput dari perhatian DJP, dengan menyumbang Rp4,1 triliun. 

Pajak ini meliputi PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp1,14 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp724,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp2,24 triliun. 

Hal ini mengindikasikan bahwa layanan keuangan berbasis digital semakin menjadi penyumbang signifikan.

Penerimaan pajak SIPP, yang mencapai Rp3,78 triliun hingga September 2025, juga menunjukkan kontribusi dari transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah yang kini banyak memanfaatkan sistem informasi digital. Rinciannya adalah PPh Pasal 22 sebesar Rp251,14 miliar dan PPN sebesar Rp3,53 triliun.

“Realisasi sebesar Rp42,53 triliun menunjukan bukti nyata bahwa sektor digital kini menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia,” tegas Rosmauli.

Ia juga menambahkan komitmen DJP ke depan: memastikan seluruh potensi ekonomi digital, mulai dari PMSE, fintech, hingga kripto, dapat terakomodasi dalam sistem perpajakan yang adil dan efisien. 

Ini termasuk terus melakukan kajian, penyesuaian regulasi, serta penguatan infrastruktur digital perpajakan agar dapat menangkap setiap celah potensi penerimaan. 

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi digital diharapkan dapat terus berjalan seiring dengan peningkatan kontribusinya terhadap pembangunan nasional.

Penulis

Related Articles

Back to top button