Aktifkan notifikasi untuk dapat update setiap hari!

Wajo

Heboh! Anak 12 Tahun Ajukan Permohonan Nikah di Wajo, Orang Tua Ngaku Takut Anak Tak Laku

Wamanews.id, 22 Mei 2025 – Fenomena pernikahan anak kembali menyita perhatian publik di Sulawesi Selatan. Seorang anak berusia 12 tahun 11 bulan tercatat sebagai pemohon nikah termuda di Kabupaten Wajo, berdasarkan data resmi dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A)setempat hingga Mei 2025. Dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2025, tercatat ada 18 permohonan pernikahan anak yang diajukan ke pihak berwenang. 

Dari jumlah tersebut, 16 pasangan di antaranya masih tergolong anak karena berusia di bawah 18 tahun, sedangkan dua pasangan lainnya baru menginjak usia 19 tahun. Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP2KBP3A Wajo, Gusnaeni, menyampaikan bahwa meskipun angka tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, fenomena ini tetap perlu mendapatkan perhatian serius.

“Per Desember 2024 lalu, jumlah permohonan nikah anak mencapai 82 kasus. Tahun ini memang agak berkurang, dan kami berharap tren ini terus menurun hingga akhir tahun,” ujar Gusnaeni saat dikonfirmasi pada Selasa (20/5/2025).

Yang paling mengagetkan dari data tersebut adalah adanya permohonan dari anak dengan usia belum genap 13 tahun, menjadikannya pemohon nikah termuda di Kabupaten Wajo.

“Untuk sementara yang paling muda adalah anak usia 12 tahun 11 bulan. Ini berdasarkan permohonan yang masuk melalui lembaga kami,” tambah Gusnaeni.

Permohonan tersebut tidak jarang diajukan oleh orang tua sendiri, dan ironisnya, alasan yang paling umum adalah tekanan adat dan kekhawatiran sosial.

Menurut Gusnaeni, sebagian besar permohonan nikah anak diajukan karena alasan budaya dan adat istiadat setempat. Banyak orang tua merasa takut menolak lamaran calon pasangan karena khawatir anaknya tidak akan mendapatkan kesempatan menikah lagi di masa depan.

“Banyak yang beralasan, jika tidak diterima lamaran sekarang, nanti anaknya tidak akan ada yang mau. Apalagi kalau lamaran itu sudah diumumkan secara adat atau sudah ada komitmen antarkeluarga,” jelasnya.

Data DP2KBP3A menunjukkan bahwa Januari 2025 menjadi bulan dengan permohonan nikah anak terbanyak, yaitu mencapai 10 kasus dalam sebulan. 

Meski demikian, pihaknya belum bisa memastikan apakah tren akan kembali meningkat menjelang pertengahan tahun.

“Kami terus melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat, terutama di wilayah pedesaan yang masih kuat memegang tradisi pernikahan dini,” terang Gusnaeni.

Pernikahan anak masih menjadi tantangan besar dalam perlindungan hak anak di Indonesia. Meski Undang-Undang Perkawinan telah menetapkan batas usia minimal 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki, praktik pernikahan dini masih bisa terjadi dengan izin pengadilanatau alasan khusus seperti adat, kehamilan, dan tekanan sosial.

Pemerintah Kabupaten Wajo melalui DP2KBP3A berkomitmen untuk terus menekan angka pernikahan anak dengan berbagai pendekatan, mulai dari pendampingan keluarga, penyuluhan hukum, hingga kerja sama dengan tokoh agama dan adat.

“Pendidikan dan sosialisasi sangat penting. Karena bukan hanya soal hukum, tapi menyangkut masa depan anak yang harusnya tumbuh dan berkembang optimal, bukan dipaksa menikah di usia dini,” tutup Gusnaeni.

Fenomena pernikahan anak, terutama yang melibatkan usia sangat muda seperti 12 tahun, menunjukkan masih adanya kesenjangan pemahaman hukum dan budaya di tengah masyarakat. Diperlukan sinergi antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan keluarga untuk menghentikan praktik ini demi masa depan generasi muda Indonesia.

Penulis

Related Articles

Back to top button