Lolos dari Sanksi Pemecatan: Presiden Prabowo Kabulkan Permohonan Berjenjang, Rehabilitasi Hukum Dua Guru Luwu Utara Ditegakkan

Wamanews.id, 14 November 2025 – Kabar baik datang dari Istana Negara untuk dua guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Rasnal dan Abdul Muis. Setelah melalui proses hukum yang janggal dan sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) yang memicu gelombang protes, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mengabulkan rehabilitasi hukum bagi keduanya.
Keputusan ini mengoreksi vonis bersalah dan sanksi pemecatan yang dijatuhkan akibat tindakan solidaritas mereka memungut dana sukarela Rp20.000 untuk membantu guru honorer yang gajinya tak terbayarkan karena masalah administrasi Dapodik.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa keputusan Presiden ini merupakan respons atas aduan dan permohonan yang masuk secara berjenjang. Hal ini menunjukkan efektifnya saluran komunikasi dari tingkat akar rumput hingga ke pucuk pimpinan nasional.
“Kami, pemerintah, mendapatkan informasi dan mendapatkan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif di tingkat provinsi,” kata Prasetyo Hadi.
Sebelum keputusan Presiden diumumkan, kasus ini telah mendapat dorongan kuat dari lembaga legislatif pusat. Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI, diketahui menjadi salah satu tokoh yang secara aktif mendorong agar proses rehabilitasi hukum bagi Rasnal dan Abdul Muis dapat segera dilakukan.
Sinergi antara aspirasi masyarakat, desakan legislatif, dan kewenangan eksekutif ini menjadi kunci penegakan keadilan dalam kasus yang dianggap oleh banyak pihak sebagai kriminalisasi ketulusan.
Keputusan Presiden Prabowo ini mendapat apresiasi tinggi dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum. Dalam cuitan di akun X pribadinya, Anas memuji langkah strategis Presiden yang menggunakan kewenangan tertinggi untuk mengoreksi ketidakadilan sistemik.
“Ketika politik bekerja dengan indah,” tulisnya, menekankan bagaimana kewenangan negara seharusnya digunakan. “Kewenangan dipergunakan untuk mengoreksi ketidakadilan,” lanjutnya, menyoroti pentingnya kepemimpinan yang berlandaskan empati dan kebenaran.
Kasus Rasnal dan Abdul Muis adalah contoh nyata bagaimana niat baik untuk menolong sesama profesi guru justru terjerat oleh kekakuan prosedur dan sistem hukum yang tidak fleksibel. Pungutan Rp20.000 yang ditujukan untuk memastikan isi piring guru honorer kini telah mendapat pengakuan dari negara bahwa tindakan itu harus dilihat dari sudut pandang kemanusiaan, bukan pidana.
Dengan rehabilitasi hukum ini, hak-hak dan nama baik kedua guru yang sempat dicabut melalui Surat Keputusan PTDH yang diterbitkan Gubernur Sulsel (Rasnal pada 21 Agustus 2025 dan Abdul Muis pada 4 Oktober 2025), kini dapat dipulihkan sepenuhnya. Langkah Presiden Prabowo ini menjadi preseden penting dalam memperjuangkan keadilan bagi aparatur sipil negara yang berpegang pada integritas dan solidaritas.
Keputusan ini mengoreksi vonis bersalah dan sanksi pemecatan yang dijatuhkan akibat tindakan solidaritas mereka memungut dana sukarela Rp20.000 untuk membantu guru honorer yang gajinya tak terbayarkan karena masalah administrasi Dapodik.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa keputusan Presiden ini merupakan respons atas aduan dan permohonan yang masuk secara berjenjang. Hal ini menunjukkan efektifnya saluran komunikasi dari tingkat akar rumput hingga ke pucuk pimpinan nasional.
“Kami, pemerintah, mendapatkan informasi dan mendapatkan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif di tingkat provinsi,” kata Prasetyo Hadi.
Sebelum keputusan Presiden diumumkan, kasus ini telah mendapat dorongan kuat dari lembaga legislatif pusat. Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI, diketahui menjadi salah satu tokoh yang secara aktif mendorong agar proses rehabilitasi hukum bagi Rasnal dan Abdul Muis dapat segera dilakukan. Sinergi antara aspirasi masyarakat, desakan legislatif, dan kewenangan eksekutif ini menjadi kunci penegakan keadilan dalam kasus yang dianggap oleh banyak pihak sebagai kriminalisasi ketulusan.
Keputusan Presiden Prabowo ini mendapat apresiasi tinggi dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum. Dalam cuitan di akun X pribadinya, Anas memuji langkah strategis Presiden yang menggunakan kewenangan tertinggi untuk mengoreksi ketidakadilan sistemik.
“Ketika politik bekerja dengan indah,” tulisnya, menekankan bagaimana kewenangan negara seharusnya digunakan. “Kewenangan dipergunakan untuk mengoreksi ketidakadilan,” lanjutnya, menyoroti pentingnya kepemimpinan yang berlandaskan empati dan kebenaran.
Kasus Rasnal dan Abdul Muis adalah contoh nyata bagaimana niat baik untuk menolong sesama profesi guru justru terjerat oleh kekakuan prosedur dan sistem hukum yang tidak fleksibel. Pungutan Rp20.000 yang ditujukan untuk memastikan isi piring guru honorer kini telah mendapat pengakuan dari negara bahwa tindakan itu harus dilihat dari sudut pandang kemanusiaan, bukan pidana.
Dengan rehabilitasi hukum ini, hak-hak dan nama baik kedua guru yang sempat dicabut melalui Surat Keputusan PTDH yang diterbitkan Gubernur Sulsel (Rasnal pada 21 Agustus 2025 dan Abdul Muis pada 4 Oktober 2025), kini dapat dipulihkan sepenuhnya. Langkah Presiden Prabowo ini menjadi preseden penting dalam memperjuangkan keadilan bagi aparatur sipil negara yang berpegang pada integritas dan solidaritas.







