Manisnya Palsu, Laparnya Nyata! Efek Tersembunyi Pemanis Buatan

Wamanews.id, 5 April 2025 – Bagi banyak orang yang tengah menjaga berat badan atau menghindari konsumsi gula berlebih, minuman bebas gula seringkali dianggap sebagai pilihan yang aman dan menyehatkan. Namun, penelitian terbaru justru mengungkap fakta yang cukup mengkhawatirkan. Sebuah studi ilmiah menunjukkan bahwa pemanis buatan, khususnya sucralose (yang dikenal dengan merek dagang Splenda), ternyata dapat memberikan efek yang tidak terduga pada otak kita, terutama dalam mengatur rasa lapar dan nafsu makan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal bergengsi Nature Metabolism ini melibatkan 75 orang dewasa dengan rentang usia 18 hingga 35 tahun. Para ilmuwan melakukan uji coba acak dengan metode crossover yang cermat. Setiap peserta diminta untuk mengonsumsi tiga jenis minuman yang berbeda pada hari yang berbeda pula. Minuman pertama mengandung sucralose, minuman kedua mengandung gula alami (sukrosa), dan minuman ketiga hanyalah air putih. Menariknya, ketiga jenis minuman tersebut diberi rasa ceri yang tidak manis, sehingga para peserta tidak dapat membedakan jenis pemanis yang terkandung di dalamnya hanya berdasarkan rasa.
Hasil penelitian ini sungguh mengejutkan. Ketika para peserta mengonsumsi minuman yang mengandung sucralose, terjadi peningkatan aliran darah menuju hipotalamus. Hipotalamus sendiri merupakan bagian penting di otak yang memiliki peran krusial dalam mengatur rasa lapar dan kenyang. Sebaliknya, ketika peserta meminum minuman yang mengandung gula alami (sukrosa), rasa lapar mereka justru menurun, dan aktivitas di hipotalamus juga menunjukkan penurunan.
“Dua jam setelah minum gula biasa, peserta melaporkan merasa jauh lebih kenyang dibandingkan saat mereka meminum sucralose,” ungkap tim peneliti dalam laporan mereka. Temuan ini mengindikasikan bahwa pemanis buatan, meskipun memberikan rasa manis, tidak memberikan sinyal kenyang yang sama efektifnya dengan gula alami kepada otak.
Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi? Para peneliti menduga bahwa rasa manis dari sucralose menciptakan semacam “kebingungan” dalam tubuh. Meskipun lidah merasakan manis, tubuh tidak menerima asupan kalori yang biasanya menyertai rasa manis dari gula alami. Perlu diketahui bahwa sucralose memiliki tingkat kemanisan yang luar biasa, bahkan hingga 600 kali lebih manis dari gula biasa, namun sama sekali tidak mengandung kalori.
Dr. Kathleen Alanna Page, seorang ahli endokrinologi dari University of Southern California yang memimpin penelitian ini, menjelaskan lebih lanjut, “Jika tubuh kita mengira akan mendapatkan kalori karena adanya rasa manis, tetapi ternyata tidak, kondisi ini dapat mengubah cara otak memproses dan merespons keinginan terhadap makanan manis seiring berjalannya waktu.”
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa sucralose tidak memicu pelepasan hormon-hormon penting seperti insulin dan GLP-1. Hormon-hormon ini biasanya berperan dalam memberikan sinyal kepada otak bahwa tubuh telah menerima asupan makanan yang cukup, sehingga rasa lapar pun mereda. Ketidakhadiran sinyal-sinyal ini pada konsumsi sucralose diduga menjadi salah satu alasan mengapa rasa lapar tidak kunjung hilang meskipun telah mengonsumsi minuman manis bebas gula. Efek ini bahkan teramati lebih kuat pada peserta penelitian yang mengalami obesitas, menunjukkan adanya perbedaan respons metabolik pada kelompok ini.
Temuan dari penelitian ini semakin memperkuat bukti-bukti sebelumnya yang mengindikasikan bahwa penggunaan pemanis buatan mungkin tidak efektif dalam membantu menurunkan berat badan atau mengurangi keinginan untuk mengonsumsi gula dalam jangka panjang. Bahkan, ada kemungkinan bahwa konsumsi pemanis buatan justru dapat memberikan efek sebaliknya, yaitu meningkatkan rasa lapar dan keinginan terhadap makanan manis.
Dahulu, pemanis buatan seperti sucralose sering dianggap sebagai zat yang secara biologis tidak aktif atau tidak memberikan dampak signifikan pada tubuh. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, semakin banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat memengaruhi kesehatan metabolik, termasuk mengganggu respons tubuh terhadap glukosa, berpotensi merusak DNA, dan bahkan mengubah keseimbangan mikrobioma usus.
Dua tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengeluarkan peringatan mengenai potensi efek samping sucralose terhadap metabolisme dan peradangan. Penelitian terbaru ini menambah satu lagi alasan penting bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam mengonsumsi produk-produk yang mengandung pemanis buatan.
Dr. Page dan timnya saat ini tengah melanjutkan penelitian mereka untuk memahami lebih dalam bagaimana sucralose dapat memengaruhi perkembangan otak pada anak-anak dan remaja. Beliau menekankan bahwa masa kanak-kanak adalah periode yang sangat rentan di mana perkembangan otak dapat dipengaruhi oleh berbagai zat yang dikonsumsi. “Apakah zat ini menyebabkan perubahan pada otak anak-anak yang berisiko mengalami obesitas? Otak mereka sedang berkembang, jadi ini bisa menjadi momen penting untuk melakukan intervensi,” ujarnya, menyoroti pentingnya penelitian lebih lanjut pada kelompok usia yang lebih muda.
Penelitian ini membuka diskusi yang penting dan mendalam mengenai bagaimana sebaiknya kita menyikapi penggunaan pemanis buatan dalam makanan dan minuman sehari-hari. Meskipun sering dipasarkan sebagai alternatif yang lebih sehat, temuan terbaru ini menggarisbawahi perlunya kehati-hatian dan pertimbangan yang matang sebelum menjadikan pemanis buatan sebagai pilihan utama dalam diet kita.





